Ntvnews.id
Dalam hal ini, pemerintah mendorong skema pembiayaan kreatif seperti Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk menutup kekurangan tersebut.
Pengamat tata kota Yayat Supriatna mengatakan, skema KPBU berpotensi memberikan nilai tambah jika dijalankan secara transparan dengan kepastian aturan.
Menurutnya keterbukaan pemerintah mengenai jenis proyek, lokasi, hingga bentuk kerja sama akan meningkatkan minat investor.
"Semua proyek-proyek yang kita lihat ini, pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah melalui KPBU itu apakah sifatnya business to business," ucap Yayat saat dihubungi Ntvnews.id.
Yayat pun menekankan pentingnya pemerintah memastikan aspek mitigasi risiko agar setiap proyek memiliki perlindungan terhadap kemungkinan kegagalan pembiayaan maupun konstruksi.
"Perlu dicermati adalah apakah nanti dengan konsep KPBU dengan kebutuhan Rp753 triliun ini ada proyek atau kegiatan yang punya risiko bisnis, mitigasi bencana, risiko atau namanya mitigasi risiko," bebernya.
Baca Juga: OIKN Tegaskan Program KPBU dan Investasi Terus Berjalan untuk Bangun IKN
Sejalan dengan hal tersebut, Keberhasilan KPBU sangat bergantung pada kepastian regulasi, kualitas proyek, dan kapasitas penjaminan dari Special Mission Vehicles (SMV) di bawah Kementerian Keuangan seperti PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)/PT PII.
Pemerintah telah berupaya dalam memitigasi risiko pada proyek infrastruktur yang menggunakan skema pembiayaan inovatif melalui KPBU salah satunya melalui fiscal tools yaitu Penjaminan Pemerintah sehingga dapat menarik minat swasta dan lembaga keuangan untuk berpartisipasi serta meningkatkan bankability proyek.
Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menambahkan, skema pembiayaan kreatif seperti KPBU bisa menutup mayoritas kesenjangan pendanaan infrastruktur sekitar 60–85 persen dari kebutuhan.
"Penutupan 60–85 persen gap tergolong masuk akal," ucap Josua kepada Ntvnews.id.
Lebih lanjut, Josua mengingatkan target menutup hingga 100 persen hanya realistis jika eksekusi berjalan disiplin serta diperkuat instrumen lain seperti asset recycling, blended finance serta dukungan ekuitas atau pembiayaan dari Danantara.
Kemudian keberadaan PT PII penting untuk meningkatkan kepercayaan investor dengan memberikan jaminan.
"Batas utamanya ada pada pagar fiskal defisit kurang 3 persen PDB, beban multi-tahun pembayaran ketersediaan layanan dan dukungan kelayakan, serta kapasitas penjaminan PT PII," lanjutnya.
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menegaskan pemerintah terus memperkuat ekosistem pembiayaan kreatif yang inklusif, kondusif, transparan, dan akuntabel.
Melalui forum Creative Infrastructure Financing (CreatIFF) 2025, ia menekankan kolaborasi dengan swasta sebagai kunci percepatan pembangunan.
Baca Juga: Dharma Sebut Atasi Kemacetan dengan Redesain Tata Kota
"Kita perlu membangun ekosistem pembiayaan infrastruktur yang inklusif, kondusif, transparan, dan akuntabel untuk menarik minat investasi swasta, baik domestik maupun internasional, serta stakeholders terkait lainnya untuk bergandengan tangan bersama membangun infrastruktur melalui kolaborasi pembiayaan," katanya.
Dalam hal ini, Kementerian PU secara proaktif terus mengembangkan skema pembiayaan alternatif, salah satunya dengan mendorong skema KPBU.
Selama 5 tahun terakhir, Kementerian PU telah berhasil memfasilitasi penandatanganan 16 perjanjian KPBU di sektor Jalan. Proyek-proyek tersebut didukung oleh Kementerian Keuangan melalui fiscal tools Penjaminan Pemerintah yang dimandatkan kepada PT PII.
"Keberhasilan ini menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam mengoptimalkan peran swasta pada pembangunan infrastruktur. Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan penyediaan infrastruktur periode 2020-2024 sebesar Rp2.058 triliun, proyek skema KPBU dan penugasan telah mampu berkontribusi sebesar 21,4 persen atau Rp440,4 triliun," jelas Menteri Dody.
Sedangkan kebutuhan investasi infrastruktur periode RPJMN 2025-2029 diproyeksikan mencapai Rp1.905,3 triliun. Dengan keterbatasan kapasitas APBN dan APBD, diperkirakan masih terdapat funding gap sebesar Rp753,11 triliun.