Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan menyarankan agar kebijakan hilirisasi terhadap komoditas kratom tetap menjadi pertimbangan selama belum ditetapkan sebagai barang terlarang. Menurutnya, hal ini penting untuk menjaga nilai tambah ekonomi bagi masyarakat.
Dalam Rapat Koordinasi Sinkronisasi Terkait Regulasi Ekspor Komoditi Daun Kratom yang digelar di Jakarta pada Kamis, 6 November 2025, Otto menilai kratom memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dan mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak.
"Ke depan, saya berharap seluruh pihak dapat menyepakati dan memahami secara jelas status hukum serta legalitas kratom agar tidak menimbulkan kesalahpahaman," ujar Otto, seperti dikutip dari keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, 7 November 2025.
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2024, ekspor daun kratom utuh maupun remahan yang berukuran lebih besar dari 600 mikron masih dilarang. Namun, Otto menyebut bahwa di lapangan masih ada perbedaan pandangan antarinstansi mengenai status legalitas dan pengelolaan komoditas tersebut.
Baca Juga: Pesan Wamenko Otto Hasibuan kepada Pengurus Baru AKPI
Ia menegaskan pentingnya kejelasan regulasi tentang kratom, khususnya untuk memastikan apakah tanaman itu tergolong narkotika atau tidak.
"Seluruh lembaga terkait perlu duduk bersama menentukan arah kebijakan yang jelas,” katanya.
Sementara itu, Staf Ahli Menko Kumham Imipas Bidang Reformasi Hukum Fitra Arsil menyoroti perlunya riset mendalam mengenai kratom, terutama sebagai dasar kebijakan hilirisasi.
“Perlu dilakukan riset komprehensif mengenai aspek medis, ekonomi, dan sosial dari kratom. Selain itu, dalam mendorong hilirisasi, harus ada regulasi yang jelas mengenai tata kelola dan perizinan bagi para pelaku bisnis agar tercipta kepastian hukum,” ucap Fitra.
Dalam forum tersebut, sejumlah kementerian dan lembaga turut menyampaikan pandangan serta masukan, termasuk terkait aturan perdagangan yang dinilai masih membatasi pengelolaan kratom di tingkat domestik maupun global. Pembatasan itu dianggap berdampak pada terbatasnya akses pasar dan menurunnya keberlanjutan ekonomi para petani.
Dorongan agar kratom diolah menjadi produk hilir siap ekspor pun dipandang sebagai langkah strategis dalam memperkuat ekonomi lokal sekaligus menjaga keberlangsungan hidup petani. Pemerintah berkomitmen untuk terus membuka ruang dialog guna menemukan solusi terbaik yang tidak hanya menjamin kepastian hukum, tetapi juga mengoptimalkan potensi ekonomi kratom bagi masyarakat.
Baca Juga: Perdana, Mendag Budi Santoso Lepas Ekspor Kratom Senilai Rp17 Miliar
Kratom sendiri merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Kalimantan, dan secara tradisional dimanfaatkan oleh masyarakat Dayak sebagai obat herbal dan penambah stamina. Saat ini, kratom juga digunakan di beberapa negara sebagai suplemen kesehatan, pereda nyeri alami, serta alternatif pengobatan opioid, dengan harga yang bervariasi di pasar internasional tergantung kualitas dan bentuk produknya.
Rapat koordinasi tersebut menjadi wadah strategis bagi berbagai pihak untuk menyatukan pandangan dalam merumuskan arah kebijakan pengelolaan dan ekspor kratom di Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Hukum Kemenko Kumham Imipas Nofli berharap forum ini dapat menjadi ruang dialog terbuka bagi para petani, pelaku usaha, dan eksportir kratom dalam menyampaikan aspirasi serta tantangan di lapangan.
“Melalui dialog ini, pemerintah dapat memperoleh gambaran yang lebih komprehensif mengenai kondisi faktual, sehingga kebijakan yang dirumuskan ke depan mampu mengakomodasi kebutuhan sekaligus mencerminkan keadilan bagi masyarakat,” ujar Nofli.
(Sumber: Antara)
Wamenko Kumham Imipas Otto Hasibuan dalam Rapat Koordinasi Sinkronisasi Terkait Regulasi Ekspor Komoditi Daun Kratom di Jakarta, Kamis, 6 November 2025. ANTARA/HO-Kemenko Kumham Imipas RI. (Antara)