Peneliti BRIN: Tidak Ada Bukti Ilmiah Vaksin mRNA Sebabkan Kanker

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 12 Agu 2025, 14:54
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ilustrasi- Vaksin COVID-19. ANTARA/M Riezko Bima Elko P Ilustrasi- Vaksin COVID-19. ANTARA/M Riezko Bima Elko P (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Peneliti Pusat Riset Biomedis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Khariri, menegaskan bahwa tuduhan vaksin berbasis Messenger Ribonucleic Acid (mRNA) dapat memicu kanker sama sekali tidak memiliki pijakan ilmiah.

"Kalau kita boleh menjawab klaim bahwa vaksin mRNA tersebut menyebabkan kanker atau antiprotein penekanan tumor, ini bisa kita sebut sebagai informasi yang tidak berdasar atau tidak berbasis dari bukti ilmiah," ujarnya dalam sebuah diskusi ilmiah tentang vaksin dan COVID-19 di Jakarta, Selasa, 12 Agustus 2025.

Ia menjelaskan bahwa messenger RNA hanya berfungsi membawa instruksi untuk memproduksi protein sementara, misalnya protein spike pada virus SARS-CoV-2, dan proses tersebut terjadi di sitoplasma sel.

"Instruksi ini tidak masuk ke dalam inti sel di mana tempat DNA berada. Dan proses ini tidak mengubah DNA," jelasnya.

Khariri menambahkan, mRNA tidak dapat masuk atau menyisip ke DNA manusia tanpa enzim reverse transcriptase, enzim yang memang tidak dimiliki oleh tubuh manusia.

Ia menegaskan, tidak ada mekanisme dalam vaksin mRNA yang memungkinkan integrasinya ke DNA manusia. Menurutnya, platform mRNA telah terbukti aman melalui data ilmiah dan penggunaannya sudah meluas dalam pengembangan vaksin modern.

Baca Juga: BRIN: Tsunami Besar di Selatan Jawa Bisa Terulang Sekitar 200 Tahun Lagi

Mengenai sumber hoaks tersebut, Khariri menyebutkan bahwa penyebaran informasi keliru sangat mudah terjadi di era media sosial. Oleh karena itu, ia menilai edukasi publik menjadi langkah penting. Informasi yang disampaikan, lanjutnya, harus menggunakan bahasa yang sederhana dan sesuai tingkat pemahaman masyarakat.

"Gunakan istilah-istilah yang setidaknya bisa diterima masyarakat dengan baik tanpa bermakna ganda," ujarnya.

Khariri juga mengingatkan para peneliti, akademisi, dan tenaga kesehatan agar selalu berpijak pada bukti ilmiah dalam mengklarifikasi hoaks.

"Tekankan sebagai bukti, fokus pada bukti dan data ilmiahnya bahwa informasi tersebut memang tidak sesuai dengan data atau faktualnya," tutur Khariri.

(Sumber: Antara)

x|close