"Bahwa hasil uji lab forensik identik dengan DNA korban bukan berarti Yosep adalah pelaku, sebab yang bersangkutan mengakses TKP dengan minim pengetahuan tentang sterilisasi TKP mengingat kepanikan yang timbul sehingga percikan darah bisa saja terkontaminasi," ungkap tim penasihat hukum.
Penasihat hukum Yosep, Silvia Devi Soembarto (Istimewa)
Mereka juga menyoroti ketidaksesuaian bukti lainnya yang dipakai untuk mendukung kesaksian, terutama rekaman CCTV yang hilang sehingga tidak bisa dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Mereka menekankan bahwa kesaksian para saksi, termasuk Angger dan ibunya (Cicih), tidak memberikan kepastian bahwa Yosep memang berada di TKP pada saat kejadian.
Selain Yosep, status hukum terhadap Mimin, Arighi, dan Abi yang juga ditetapkan sebagai tersangka dinilai tim kuasa hukum mengalami kendala dalam proses penetapan dan pelimpahan berkas ke kejaksaan. Mereka berharap publik mempertanyakan kinerja kepolisian dalam membangun konstruksi hukum yang kokoh dan akurat.
"Semoga, ke depannya, terdakwa akan memperoleh perhatian dan menjadi upaya nyata penguatan hak-hak hukum yang berkeadilan," ujar tim kuasa hukum Yosep.
Mereka menyatakan bahwa putusan kasasi yang memenuhi prinsip keadilan akan menjadi tonggak penting dalam reformasi mekanisme penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam menjunjung asas legalitas, praduga tak bersalah, keterbukaan, dan akuntabilitas.