“Soft approach dan hard approach harus dijalankan beriringan. Soft approach kita lakukan dengan mengembangkan soft skill, mental, dan spiritual para narapidana agar nantinya mereka bisa kembali ke masyarakat tanpa stigma,” tambahnya.
Baca Juga: DPR Targetkan RUU DKJ Rampung Sebelum Pilkada Berlangsung
Willy menilai, pembenahan manajerial, kebijakan, dan evaluasi reguler terhadap kondisi fisik lapas menjadi langkah krusial dalam mengidentifikasi akar masalah pengelolaan lapas yang mendasar.
“Ini yang harus kita mapping; letak problem-problem mendasar, manajerial, serta kebijakannya di mana,” jelasnya.
DPR, lanjutnya, kini tengah dalam proses mengkaji kebijakan pengelolaan lapas untuk menyeimbangkan antara pendekatan keamanan yang ketat (hard approach) dengan pendekatan yang lebih humanis (soft approach).
Pendekatan tersebut dianggap penting untuk mempersiapkan narapidana dalam menjalani kehidupan pasca-pembebasan, tanpa rasa terasing atau distigma oleh masyarakat. Melalui keseimbangan ini, Willy berharap bahwa sistem lapas di Indonesia bisa lebih manusiawi dan mendukung proses reintegrasi yang lebih efektif bagi narapidana.