Budi Arie mengungkapkan bahwa konsumsi susu per kapita di Indonesia hanya 15 liter per tahun, jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara seperti Vietnam yang mencapai 70,5 liter per tahun. Ia juga mencatat bahwa kualitas dan produktivitas susu sapi Indonesia yang hanya 8-12 liter per ekor per hari perlu ditingkatkan.
Ia menyebutkan bahwa Kementerian Pertanian memiliki peran untuk memperbaiki kualitas pakan sapi untuk meningkatkan produktivitas susu, sementara Kementerian Koperasi bertanggung jawab dalam mengorganisasi koperasi susu di Indonesia.
Budi Arie memberikan contoh keberhasilan koperasi susu dari negara-negara seperti Selandia Baru, Belanda, dan Australia, yang berhasil menghasilkan 25 liter susu per ekor per hari berkat pengelolaan yang baik dan kualitas pakan yang mendukung.
Ia juga menekankan bahwa koordinasi antara kementerian dan lembaga terkait sangat penting untuk menyelaraskan kebijakan guna mendukung pengembangan industri susu dalam negeri.
Kemenkop sebelumnya meminta Kementerian Perdagangan untuk meninjau kembali kebijakan bea masuk 0% terhadap produk susu impor dari Selandia Baru dan Australia, yang kini mendominasi pasar susu di Indonesia. Perjanjian perdagangan bebas IA-CEPA antara Indonesia dan Australia telah menghapuskan tarif bea masuk untuk produk dari kedua negara.
Isu tentang kondisi peternak dan koperasi susu di Indonesia semakin mencuat setelah para peternak di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, mengeluhkan pembatasan kuota penyerapan susu oleh industri pengolahan susu. Hal ini menyebabkan sekitar 30 ribu liter susu per hari tidak dapat diserap oleh pabrik.
Koperasi terbesar di Kabupaten Boyolali, KUD Mojosongo, juga terkena dampak dari masalah ini, karena produksi susu per hari yang berlebih tidak dapat diterima oleh industri pengolahan susu.