A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: Invalid argument supplied for foreach()

Filename: libraries/General.php

Line Number: 87

Backtrace:

File: /www/ntvweb/application/libraries/General.php
Line: 87
Function: _error_handler

File: /www/ntvweb/application/controllers/Read.php
Line: 64
Function: popular

File: /www/ntvweb/index.php
Line: 326
Function: require_once

Helena Lim Sebut Stigma 'Crazy Rich' Menormalkan Tirani Penegakan Hukum - Ntvnews.id

Helena Lim Sebut Stigma 'Crazy Rich' Menormalkan Tirani Penegakan Hukum

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 13 Des 2024, 11:57
thumbnail-author
Akbar Mubarok
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim (kiri) dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim (kiri) dalam sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta ((Antara))

Ntvnews.id, Jakarta -  Helena Lim, Manajer PT Quantum Skyline Exchange, menyatakan bahwa stigma "Crazy Rich PIK" digunakan dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah sebagai upaya untuk menormalisasi tirani dalam penegakan hukum.

"Perkara ini memanfaatkan hiperbola dunia showbiz agar muncul kenyinyiran, bahkan kebencian masyarakat terhadap stigma Crazy Rich PIK untuk menormalkan tirani dalam penegakan hukum," ucap Helena, Jumat 13 Desember 2024.

Helena menyampaikan bahwa citra seorang "Crazy Rich" yang menjadi terdakwa korupsi, lengkap dengan narasi bahwa kekayaannya diperoleh dari uang rakyat, telah menjadi drama favorit warganet.

Baca Juga: Muara Angke Jakarta Utara Dikepung Banjir Rob

Ia menjelaskan bahwa drama semacam itu membuat perjuangannya untuk menuntut keadilan meninggalkan luka mendalam bagi dirinya dan keluarganya, terutama dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada periode 2015–2022.

Helena juga mengaku pernah merasa bangga dengan julukan "Crazy Rich PIK" yang disematkan padanya. Menurutnya, julukan tersebut awalnya dianggap sebagai bentuk apresiasi warganet atas hasil kerja kerasnya.

"Namun, ternyata, Yang Mulia, harga sebuah popularitas itu sangat mahal. Mahal sekali. Saya membayarnya dengan harga diri saya," ucap Helena.

Pada Kamis 5 Desember lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Ardito Muwardi, dalam sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, menuntut Helena dengan hukuman 8 tahun penjara atas dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah selama periode 2015–2022.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Helena telah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 56 ke-2 KUHP.

Baca Juga: Prabowo: Singapur dan India Kalau Pilih Gubernur dan Bupati Lewat DPRD, Biar Efesien

Ia juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.

Selain pidana penjara, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp1 miliar kepada Helena. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, akan diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 1 tahun.

Helena juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dengan mempertimbangkan aset-asetnya yang telah disita oleh pihak berwenang.

Dalam kasus ini, Helena didakwa membantu terdakwa Harvey Moeis, perwakilan PT Refined Bangka Tin, untuk menyimpan uang hasil korupsi timah sebesar 30 juta dolar Amerika Serikat (AS), atau setara dengan Rp420 miliar.

Dana tersebut diduga berasal dari biaya pengamanan alat pengolahan timah sebesar 500 hingga 750 dolar AS per ton, yang disamarkan sebagai dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari empat smelter swasta yang terkait dengan penambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Baca Juga: Bobby Kertanegara Dapat Penghargaan Top Trending Searches Google 2024

Keempat smelter swasta yang terlibat adalah CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.

Selain menyimpan uang hasil korupsi, Helena juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari keuntungan pengelolaan dana biaya pengamanan sebesar Rp900 juta. Ia menggunakan uang tersebut untuk membeli 29 tas mewah, mobil, tanah, dan rumah guna menyembunyikan asal-usul dana haram tersebut.

Atas perbuatannya, Helena dituduh merugikan negara hingga Rp300 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang berlangsung pada 2015–2022 di wilayah IUP PT Timah.

(Sumber Antara)

 

x|close