Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan, hukuman mati di Indonesia secara de facto sudah tidak lagi diberlakukan. Hal ini disampaikannya saat menanggapi pertanyaan terkait kemungkinan evaluasi terhadap hukuman mati di Tanah Air, sesudah pemulangan Mary Jane Veloso ke Filipina.
“Jadi hukuman mati secara de facto itu sudah nggak ada di Indonesia. Sudah nggak diberlakukan sebetulnya, semangatnya,” ujar Habiburokhman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 19 Desember 2024.
Pernyataan tersebut mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang mengubah pendekatan terhadap hukuman mati. Dalam KUHP yang baru, hukuman mati kini diposisikan sebagai alternatif terakhir, atau the last alternative, untuk pelaku kejahatan berat.
Habiburokhman (NTVnews.id/Deddy Setiawan)
Baca Juga: Supriyati Anggota DPRD Lampung Selatan Jadi Tersangka Pemalsuan Ijazah, Tapi Masih Ngantor
“Sejak disahkannya KUHP yang baru, hukuman mati menjadi the last alternative. Orang dikasih waktu 10 tahun ya, untuk membuktikan tidak berkelakuan buruk,” jelas Habiburokhman.
Dalam KUHP yang baru, terpidana yang dijatuhi hukuman mati diberikan waktu 10 tahun untuk menunjukkan perilaku baik. Jika dalam periode tersebut terpidana tidak melakukan pelanggaran hukum tambahan atau tindakan kriminal lainnya, hukuman mati dapat dibatalkan.
“Kan pemenuhannya nggak sulit, gitu kan. Jadi sepanjang dia nggak bunuh orang lagi, nggak melakukan pelanggaran lagi, ya tentu dia nggak akan jadi dihukum mati,” katanya.
Menurut Habiburokhman, perubahan ini mencerminkan semangat humanis dalam sistem hukum Indonesia, yang berupaya memberikan kesempatan kepada para terpidana untuk memperbaiki diri.