Dalam standar industri, pesawat biasanya membutuhkan waktu cukup untuk perawatan, pembersihan, dan pengisian bahan bakar di antara jadwal penerbangan. Namun, pada 27 November, Jeju Air hanya menghabiskan 62 menit di Bandara Internasional Muan sebelum berangkat ke Kinabalu, dengan waktu pemeriksaan sekitar 28-30 menit saja.
Baca Juga: 174 Jenazah Korban Kecelakaan Pesawat Jeju Air Telah Diidentifikasi
Kritikus pun mengkhawatirkan bahwa Jeju Air dan maskapai LCC lainnya lebih memprioritaskan operasional dibandingkan keamanan. Pesawat Jeju Air yang mengalami kecelakaan pada Minggu, 29 Desember 2024 diketahui pernah dioperasikan oleh Ryanair, maskapai bertarif rendah asal Eropa yang terkenal dengan jadwal penerbangan agresif.
Ryanair dikenal melakukan perawatan armada dengan sangat minimal, menimbulkan kecurigaan bahwa pesawat Boeing 737 yang kini dimiliki Jeju Air mungkin telah mengalami pemakaian berlebih selama dioperasikan Ryanair.
“Ryanair memiliki jadwal penerbangan yang padat dan kemungkinan besar pesawat ini telah digunakan secara berlebihan sebelum dialihkan ke Jeju Air. Kemungkinan besar pesawat tersebut sudah mencapai batas kemampuannya,” ungkap seorang sumber industri.
Seorang mantan kepala pemeliharaan dari maskapai besar juga menegaskan bahwa pemeriksaan selama 28 menit belum cukup untuk mendeteksi potensi gangguan yang tersembunyi.