Ntvnews.id, Jakarta -Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung, Nurachman Adikusumo, meminta kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta untuk menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
JPU menjelaskan bahwa surat dakwaan terhadap Zarof telah disusun dengan cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan, sesuai dengan berkas perkara hasil penyidikan dan alat bukti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Baca Juga: Sidang Lanjutan Kasus Korupsi Timah 271 Triliun, Pakar Sebut Tipikor Bukan UU Sapu Jagat
"Di persidangan, terdakwa telah dengan jelas menyatakan menerima surat dakwaan dan memahami apa yang didakwakan, sehingga surat dakwaan ini telah memenuhi syarat formal dan materiil," ujar JPU dalam sidang tanggapan terhadap eksepsi Zarof di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 20 Febuari 2025.
Berdasarkan hal tersebut, JPU meminta majelis hakim dalam putusan sela untuk menyatakan bahwa surat dakwaan terhadap Zarof sah menurut hukum dan memenuhi syarat, serta Pengadilan Tipikor Jakarta berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, dan proses pemeriksaan terhadap perkara Zarof dapat dilanjutkan.
Baca Juga: Sosok Brigjen Cahyono Wibowo, Kepala Kakortas Tipikor yang Ditunjuk Kapolri
JPU juga mengungkapkan bahwa alasan keberatan yang disampaikan oleh penasihat hukum Zarof pada dasarnya menyatakan bahwa uraian perbuatan dalam dakwaan tidak mencerminkan tindak pidana korupsi, melainkan pelanggaran kode etik pegawai negeri yang seharusnya diproses secara etik.
Namun, menurut JPU, alasan tersebut tidak berdasar, karena perkara ini sudah diserahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
JPU juga menambahkan bahwa surat dakwaan terhadap Zarof telah disusun dengan jelas, lengkap, dan cermat, mencantumkan tempat kejadian tindak pidana di wilayah hukum Pengadilan Tipikor Jakarta, sehingga pengadilan tersebut berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara Zarof.
Baca Juga: Wartawan Lolos Jadi Hakim Pengadilan Tipikor
Dalam surat dakwaan, JPU menjelaskan bahwa mereka telah menguraikan dengan rinci seluruh unsur delik yang diatur dalam pasal pidana, yang dikaitkan dengan perbuatan terdakwa, menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami.
"Dengan demikian, dakwaan terhadap terdakwa telah sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan dan menggambarkan cara pelaksanaan tindak pidana secara lengkap, serta dapat dipahami oleh terdakwa," kata JPU.
Dalam kasus ini, Zarof didakwa terlibat dalam pemufakatan jahat untuk memberi atau menjanjikan uang sebesar Rp5 miliar kepada hakim, serta menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram selama menjabat di MA, untuk membantu pengurusan perkara antara 2012 hingga 2022.
Baca Juga: Jelang Sidang Tuntutan, Pendukung SYL Penuhi Pengadilan Tipikor Jakarta
Pemufakatan tersebut diduga dilakukan bersama penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dengan tujuan memberikan suap kepada Hakim Ketua Soesilo yang menangani perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi pada MA tahun 2024.
Atas perbuatannya, Zarof disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1), Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
(Sumber: Antara)