A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: Invalid argument supplied for foreach()

Filename: libraries/General.php

Line Number: 87

Backtrace:

File: /www/ntvweb/application/libraries/General.php
Line: 87
Function: _error_handler

File: /www/ntvweb/application/controllers/Read.php
Line: 64
Function: popular

File: /www/ntvweb/index.php
Line: 326
Function: require_once

Irfan Bongkar Dugaan Suap Pemilihan Ketua DPD Gegara Tak Diangkat jadi Staf Ahli Resmi - Ntvnews.id

Irfan Bongkar Dugaan Suap Pemilihan Ketua DPD Gegara Tak Diangkat jadi Staf Ahli Resmi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 20 Feb 2025, 18:02
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Pimpinan DPD RI usai bertemu presiden terpilih Prabowo Subianto. Pimpinan DPD RI usai bertemu presiden terpilih Prabowo Subianto.

Ntvnews.id, Jakarta - Diduga terjadi suap dalam pemilihan Ketua DPD RI 2024-2029. Hal ini diungkap mantan staf ahli anggota DPD RI, M Fithrat Irfan.

Karenanya, hal itu dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Irfan, uang suap diduga mengalir ke setidaknya 95 anggota DPD RI.

Irfan mendatangi KPK bersama kuasa hukumnya, Aziz Yanuar, pada Selasa, 18 Februari 2025. Ia mengaku melaporkan mantan bosnya berinisial RAA yang merupakan senator dari Sulawesi Tengah.

"Saya melaporkan salah satu anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah, inisialnya RAA, indikasinya itu beliau menerima dugaan suap dari untuk kompetisi pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI unsur DPD. Itu melibatkan 95 orang yang ada, yang anggota dewan yang ada di DPD RI dari 152 totalnya," ujar Irfan.

Ia mengatakan, setiap orang anggota DPD RI diduga dijatah USD 13 ribu, agar memberikan suara untuk pemilihan Ketua DPD RI serta Wakil Ketua MPR dari unsur DPD RI. Uang berasal dari pihak yang ingin memenangkan pemilihan Ketua DPD RI.

"Untuk Ketua DPD RI itu ada nominal USD 5 ribu per orang dan untuk Wakil Ketua MPR itu ada USD 8 ribu. Jadi ada USD 13 ribu total yang diterima oleh (mantan) bos saya. (Mantan) bosnya satu di antara 95 (orang) yang diterima," tutur Irfan.

"Transaksinya itu door to door ke kamar-kamar ya dari anggota dewan itu. Jadi uang itu ditukarkan dengan hak suara mereka untuk memilih salah satu dari pasangan calon ini. Memilih Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD," sambungnya.

Ia mengaku tahu hal itu, karena diperintah mantan bosnya untuk menyetorkan uang tersebut ke bank. Kala menyetorkan uang, Irfan ditemani sejumlah orang agar tak tertangkap penegak hukum.

"Satu bodyguard, satu driver untuk mengawal uang ini biar nggak bisa tertangkap OTT di jalanan," tutur Irfan.

Sementara, Aziz Yanuar berharap KPK segera mengusut hal ini. Apalagi bukti-bukti yang ada sudah diserahkan ke KPK.

"Tadi sudah disampaikan bukti-bukti tambahan yang memang diperlukan oleh pihak KPK untuk proses pelaporan yang sudah dimaksudkan oleh beliau pada Desember 2024 yang lalu. Nah, ini tadi alhamdulillah juga pihak KPK memeriksanya juga mengapresiasi dan dalam waktu dekat insyaallah akan melanjutkan proses ini kepada pemeriksaan lebih lanjut kepada pihak-pihak yang terkait baik itu dari anggota DPD ataupun pihak-pihak yang ada hubungan dengan pelaporan tersebut," ujar Aziz.

"Buktinya tadi ada rekaman. Rekaman pembicaraan antara Pak Irfan dengan seorang petinggi partai. Jadi di sini bukan hanya terkait DPD, tapi ternyata ada juga petinggi partai yang juga terlibat dalam hal tersebut," lanjutnya.

Menanggapi dugaan suap tersebut, Wakil Ketua DPD Tamsil Linrung menyebut persoalan ini berawal dari masalah pribadi antara Irfan dengan mantan bosnya.

Irfan, kata Tamsil, merupakan salah satu staf ahli tak resmi dari RAA. Kerja Irfan, lanjut Tamsil, cenderung tak dihargai atasannya. Ini ditandai dengan tak kunjung diangkatnya Irfan sebagai staf ahli resmi.

"Dia (Irfan) kecewa dan sakit hati, dia sampaikan (lewat podcast-nya). Begitu banyak bantuan yang dia berikan, tapi tidak diakomodasi sebagai staf ahli secara resmi," ujar Tamsil.

Lebih lanjut, Tamsil mengaku tak tahu siapa senator yang menerima gratifikasi seperti yang dituduhkan Irfan.

Tamsil membantah ikut menerima uang senilai lebih dari Rp 210 juta itu. "Kalau satu orang yang dia sebut itu, mungkin saya masuk, silakan ditelusuri. Tapi, saya jamin saya tidak menerima apa pun," kata Tamsil.

Meski siap diperiksa, Tamsil meminta KPK lebih rasional dalam menindaklanjuti aduan Irfan. Sebab, perkara ini dinilainya merupakan persoalan personal.

x|close