Eks Dirjen Kemenhub Didakwa Terima Rp2,6 Miliar dalam Kasus Korupsi Jalur Kereta

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 18 Mar 2025, 11:08
thumbnail-author
Akbar Mubarok
Penulis
thumbnail-author
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Dokumentasi - Prasetyo Boeditjahjono (PB) selaku mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan digiring menuju mobil tahanan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Minggu (3/11/2024). Dokumentasi - Prasetyo Boeditjahjono (PB) selaku mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan digiring menuju mobil tahanan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Minggu (3/11/2024). (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta -Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) periode 2016–2017, Prasetyo Boeditjahjono, didakwa menerima suap sebesar Rp2,6 miliar dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa yang dikerjakan Balai Teknik Perkeretaapian Medan pada 2017–2023.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung), Lina Mahani Harahap, mengungkapkan bahwa uang tersebut diberikan oleh penerima manfaat PT Wahana Tunggal Jaya, Andreas Kertopati Handoko, sebesar Rp1,4 miliar melalui sopir. 

Baca Juga : Majelis Hakim PT DKI Jakarta Perberat Vonis Direktur PT SIP dalam Kasus Korupsi Timah

Selain itu, Prasetyo juga menerima Rp1,2 miliar dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Wilayah I Balai Teknik Perkeretaapian Sumatera Bagian Utara, Akhmad Afif Setiawan, yang diserahkan melalui ajudannya, Rian Sestianto.

"Perbuatannya bersama-sama terdakwa lain telah merugikan keuangan negara sebesar Rp1,16 triliun," ujar JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa 18 Maret 2025.

Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU), tindakan Prasetyo termasuk dalam tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga : KPK Periksa Mantan Dirut Pertamina Nicke Widyawati di Kasus Korupsi Jual Beli Gas

JPU menjelaskan bahwa kasus ini bermula ketika Prasetyo memerintahkan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, yang juga menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) periode 2016–2017, Nur Setiawan Sidik, untuk mengusulkan proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa.

Proyek tersebut direncanakan akan dibiayai melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara–Project Based Sukuk (SBSN-PBS) Tahun Anggaran 2017 ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 

Namun, usulan itu diajukan meskipun masih terdapat persyaratan yang belum terpenuhi, salah satunya adalah hasil peninjauan desain paket DED-10 yang belum diserahkan oleh Team Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan, kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan KPA.

Selain itu, hasil peninjauan desain tersebut juga belum mendapatkan persetujuan dari Direktur Prasarana Perkeretaapian pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub.

Baca Juga : Kadis PUPR dan 3 Anggota DPRD OKU Sumsel Jadi Tersangka Korupsi Proyek

Sejumlah persyaratan penting dalam proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa belum terpenuhi. 

Di antaranya, belum ada penetapan trase dari Menteri Perhubungan, belum dilakukan prastudi kelayakan (preliminary feasibility study) maupun studi kelayakan (feasibility study), belum ada analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), serta belum dilakukan pembebasan lahan.

Selain itu, proyek ini diduga tidak dilengkapi dengan kerangka acuan kerja, rencana anggaran biaya, spesifikasi teknis, dan dokumen studi kelayakan. 

Bahkan, proyek tersebut tidak tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun Anggaran 2017 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2016 tentang RKP Tahun 2017.

Baca Juga  : KPK Belum Tetapkan Status Ridwan Kamil Dalam Kasus Korupsi Bank BJB

Setelah itu, Nur Setiawan memecah proyek menjadi 11 paket pekerjaan konstruksi dengan nilai di bawah Rp100 miliar.

Tujuannya adalah untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks.

Ia kemudian memerintahkan Kepala Seksi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara periode 2016–2018, Rieki Meidi Yuwana, agar melakukan proses pelelangan menggunakan metode penilaian pasca-kualifikasi.

Lebih lanjut, Prasetyo, Nur Setiawan, Akhmad Afif, Rieki, serta penerima manfaat PT Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana (MKP), Freddy Gondowardojo, diduga mengatur pemenang lelang proyek konstruksi jalur kereta api Besitang-Langsa untuk paket BSL-1 hingga BSL-11.

Baca Juga : Kejaksaan Usut Dugaan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Komdigi Periode 2020-2024

Mereka diduga mengadakan pertemuan dengan calon pemenang lelang dan memberikan informasi terkait metode kerja proyek.

Salah satu syarat yang dimasukkan dalam lelang adalah adanya dukungan dari perusahaan pemilik Multi Tamping Tier (MTT), dengan bukti kepemilikan dan faktur pembelian. Namun, syarat ini hanya dapat dipenuhi oleh PT MKP milik Freddy.

Sebagai bentuk biaya komitmen atas dimenangkannya beberapa perusahaan dalam paket pekerjaan konstruksi dan supervisi, Prasetyo, Nur Setiawan, Akhmad Afif, PPK Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa periode 2019–2022 Halim Hartono, serta Rieki menerima sejumlah uang, barang, dan fasilitas dari Freddy dan Arista. (Sumber: Antara) 

x|close