Ntvnews.id, Tel Aviv - Lebih dari 100.000 warga Israel turun ke jalan di berbagai kota untuk menyuarakan protes terhadap operasi militer yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, Palestina.
Aksi demonstrasi ini berlangsung pada Sabtu malam, 22 Maret, di sejumlah lokasi seperti Tel Aviv dan Yerusalem, mencerminkan meningkatnya kemarahan publik atas kebijakan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Dilansir dari The Times of Israel, Selasa, 25 Maret 2025, puluhan ribu pengunjuk rasa memadati Habima Square di Tel Aviv, bahkan meluber hingga ke jalan-jalan di sekitarnya. Jumlah massa kali ini meningkat signifikan dibandingkan sebelumnya, di mana hanya setengah bagian alun-alun yang dipenuhi demonstran.
Gelombang aksi protes kali ini diperkuat oleh keputusan Netanyahu yang berencana memberhentikan Kepala Badan Intelijen Shin Bet, Ronen Bar, dan Jaksa Agung Gali Baharav-Miara. Banyak warga menganggap langkah itu hanya bertujuan untuk menjaga posisi kekuasaan Netanyahu.
Baca Juga: Terkuak Alasan Donald Trump Support Israel Serang Gaza Palestina Saat Gencatan Senjata
Sejumlah tokoh partai oposisi, termasuk Yair Lapid dan Yair Golan, turut hadir di Habima Square bersama para demonstran. Mereka kompak menyuarakan penolakan terhadap apa yang mereka sebut sebagai "kediktatoran" Netanyahu, yang mendapat sambutan meriah dari peserta aksi.
"[Pemerintah] melakukan segala cara untuk memulai perang saudara di sini. Netanyahu secara terbuka mendorongnya," ujar Lapid dalam orasinya.
Sementara itu, aksi serupa juga berlangsung di Hostages Square, di mana massa berkumpul atas inisiatif Forum Sandera dan Keluarga Orang Hilang. Mereka mengecam keputusan pemerintah untuk kembali melancarkan serangan ke Gaza, yang dianggap berisiko menggagalkan kesepakatan gencatan senjata.
Baca Juga: Sekjen PBB Kaget saat Tahu Serangan Besar Israel ke Gaza Baru-baru Ini
Kekhawatiran utama masyarakat adalah bahwa operasi militer tersebut bisa memperburuk kondisi para sandera yang masih ditahan.
"Kembalinya pertempuran dapat menewaskan para sandera yang masih hidup dan menyebabkan yang telah tewas menghilang," demikian pernyataan resmi dari forum itu.
Mereka juga menekankan bahwa penyelesaian konflik seharusnya ditempuh lewat negosiasi, agar seluruh sandera dapat segera dipulangkan dengan selamat.