Ntvnews.id, Jakarta - Gerakan Masyarakat Adili Soeharto (Gemas) menolak Presiden ke-2 RI untuk diusulkan atau bahkan dijadikan pahlawan nasional. Sebab, Soeharto dianggap bertanggung jawab atas sejumlah persoalan Indonesia di masa lalu.
"Dia adalah presiden yang otoriter, militeristik dan korup. Dia turun dari jabatan presiden, karena dituntut mundur oleh gerakan mahasiswa tahun 1998," ujar Maria Catarina Sumarsih, pelopor Aksi Kamisan, yang juga tergabung dalam Gemas, di kawasan Istana, Jakarta, Kamis, 17 April 2025.
Maria sendiri merupakan ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan atau Wawan, mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas saat Tragedi Semanggi I pada tahun 1998. Kala itu mahasiswa menuntut mundur Soeharto dari jabatannya.
Soeharto juga dianggap bertanggung jawab atas tragedi pembantaian massal pada tahun 1965. Sehingga, dinilai tak tepat jika diberi gelar pahlawan nasional.
"Peristiwa 1965 itu dinyatakan Presiden Jokowi pelanggaran HAM berat. Dan hasil penyelidikan Komnas HAM pelakunya adalah Pak Harto," jelasnya.
Gemas, kata dia telah mendatangi sejumlah pihak terkait agar Soeharto tak diberi gelar pahlawan nasional. Salah satunya Kementerian Sosial (Kemensos).
"Ke depan nanti kita akan mendatangi lembaga-lembaga yang urusannya gelar pahlawan," ucap Maria.
Lebih lanjut, dalam Aksi Kamisan ke-857, selain mendesak agar Soeharto tak diberi gelar pahlawan nasional, juga meminta mengembalikan TNI ke barak. Sebab, jika tidak, kondisi seperti Orde Baru di zaman Soeharto, bisa berpotensi kembali terulang.
Adapun dalam kesempatan itu, Maria juga masih menyerukan gerakan #IndonesiaGelap. Tagar itu masih didengungkan, mengingat amanat Reformasi '98 dinilainya tak terlaksana.
"Karena agenda Reformasi tidak terlaksana dengan baik ya Indonesia ini sekarang ini situasinya ya gelap. Artinya korupsi, kolusi, dan nepotisme terus berjalan," tandas perempuan 72 tahun ini.