KPK Tegaskan Tetap Bisa Usut Korupsi di BUMN Meski Ada UU Baru

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 7 Mei 2025, 20:30
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa lembaganya tetap memiliki kewenangan penuh dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan pejabat di lingkungan badan usaha milik negara (BUMN), meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 yang baru disahkan menyebutkan bahwa pejabat BUMN bukan bagian dari penyelenggara negara.

“KPK tetap memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh direksi, komisaris, dan pengawas di BUMN,” ujar Setyo dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu, 7 Mei 2025.

Ia menjelaskan bahwa dalam kerangka hukum pidana, posisi direksi, komisaris, maupun pengawas di perusahaan milik negara tetap bisa dikategorikan sebagai penyelenggara negara.

Selain itu, Setyo menegaskan bahwa kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana di BUMN tetap dihitung sebagai kerugian negara apabila melibatkan pelanggaran hukum, penyalahgunaan wewenang, atau penyimpangan dari prinsip business judgement rule (BJR).

Menurutnya, pemahaman tersebut sejalan dengan ketentuan hukum yang berlaku saat ini, terutama Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 62/PUU-XVII/2019.

“Kata ‘dan/atau’ dalam pasal tersebut dapat diartikan secara kumulatif maupun alternatif. Artinya, KPK bisa menangani kasus korupsi di BUMN jika ada penyelenggara negara, ada kerugian keuangan negara, atau keduanya,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menilai bahwa penegakan hukum terhadap praktik korupsi di lingkungan BUMN justru merupakan bagian dari upaya memperkuat tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance. Ia menambahkan bahwa pengawasan yang ketat dan penindakan hukum menjadi penting agar tujuan utama keberadaan BUMN sebagai alat negara dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat bisa tercapai.

UU Nomor 1 Tahun 2025 yang disahkan pada 24 Februari 2025 memang membawa perubahan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Salah satu poin yang menimbulkan perdebatan adalah Pasal 9G yang menyatakan bahwa “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”

Padahal, menurut ketentuan yang selama ini digunakan oleh KPK, salah satu syarat yang memungkinkan lembaga antirasuah tersebut menangani sebuah perkara korupsi adalah adanya unsur penyelenggara negara sebagai pelaku, atau adanya kerugian negara dalam jumlah besar.

Dalam Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2019, KPK diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan atas tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum dan penyelenggara negara, serta yang mengakibatkan kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.

(Sumber: Antara)

x|close