A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: Invalid argument supplied for foreach()

Filename: libraries/General.php

Line Number: 87

Backtrace:

File: /www/ntvweb/application/libraries/General.php
Line: 87
Function: _error_handler

File: /www/ntvweb/application/controllers/Read.php
Line: 64
Function: popular

File: /www/ntvweb/index.php
Line: 326
Function: require_once

China Singgung Bullying yang Dilakukan Negara-negara Besar - Ntvnews.id

China Singgung Bullying yang Dilakukan Negara-negara Besar

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 14 Mei 2025, 07:30
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Presiden China, Xi Jinping. Presiden China, Xi Jinping. (Antara)

Ntvnews.id, Beijing - Sehari setelah tercapainya kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan China yang bertujuan menurunkan tarif secara signifikan selama 90 hari, Presiden China Xi Jinping melontarkan kritik terhadap praktik “perundungan” dan dominasi negara besar, yang secara tidak langsung mengarah kepada Amerika Serikat.

Pernyataan ini disampaikan Xi saat memberikan pidato di depan para pemimpin dari Amerika Latin dan Karibia dalam Forum China-CELAC (Community of Latin American and Caribbean States) yang berlangsung di Beijing, Selasa, 13 Mei 2025.

Menurut Xi, tindakan seperti itu berisiko mendorong terjadinya isolasi global. Ia menekankan bahwa dunia tengah menghadapi perubahan besar yang disertai berbagai risiko, sehingga diperlukan upaya kolaboratif antarnegara, bukan pendekatan yang konfrontatif.

"Hanya melalui persatuan dan kerjasama antar negara, kita dapat menjaga perdamaian dan stabilitas global serta mendorong pembangunan dan kemakmuran dunia," kata Xi dalam pembukaan forum tersebut, dikutip dari AFP, Rabu, 14 Mei 2025.

Baca Juga: Xi Jinping dan Putin Bersinergi Lawan Pengaruh AS

Xi menyerukan perlunya dialog setara di hadapan para pemimpin Amerika Latin. Ia mengingatkan mengenai bahaya dari kebijakan sepihak dan perang dagang dalam pidatonya, dengan menegaskan bahwa "tidak ada pemenang dalam perang tarif atau perang dagang," dan bahwa "perundungan dan hegemoni hanya akan berujung pada isolasi diri."

Ia menyebut bahwa dunia saat ini berada dalam situasi penuh ketidakpastian dengan berbagai risiko yang saling berlapis, dan menggarisbawahi pentingnya kerja sama internasional demi menjaga kestabilan dan kemakmuran bersama.

Dalam forum tersebut, yang turut dihadiri Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dan Presiden Kolombia Gustavo Petro, Xi juga mengumumkan komitmen China untuk menyediakan dana sebesar USD 9,2 miliar (sekitar Rp147,2 triliun) guna mendukung pembangunan di wilayah Amerika Latin.

Petro dalam kesempatan yang sama menyampaikan keinginan Kolombia untuk bergabung dengan inisiatif Belt and Road (BRI). Ia juga menekankan perlunya "dialog antarperadaban" yang setara dan bebas dari unsur otoritarianisme maupun imperialisme.

"Dibutuhkan dialog horizontal, bukan vertikal, agar tidak terjebak dalam relasi dominasi," ujar Petro.

Sementara itu, Presiden Chile Gabriel Boric menyampaikan bahwa negaranya siap meningkatkan hubungan ekonomi dengan China. Saat ini, dua pertiga dari negara-negara di Amerika Latin telah menjadi bagian dari BRI, dan China telah menggantikan Amerika Serikat sebagai mitra dagang utama untuk Brasil, Peru, dan Chile.

Baca Juga: Xi Jinping: Perang Dagang Rugikan Sistem Ekonomi Dunia

Pasar keuangan global pun menyambut positif meredanya tensi perang dagang antara AS dan China. Sehari sebelumnya, kedua negara menyepakati penurunan tarif selama 90 hari—langkah yang oleh Donald Trump disebut sebagai “reset total”. Dalam kesepakatan tersebut, Amerika Serikat menurunkan tarif atas produk dari China dari 145% menjadi 30%, sedangkan China mengurangi tarif dari 125% menjadi 10%.

Langkah ini menjadi titik balik dari eskalasi konflik dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia yang sebelumnya sempat mengguncang stabilitas pasar global. Dolar AS sempat menguat terhadap yen, euro, dan franc Swiss usai pengumuman, meskipun sedikit melemah pada Selasa, 13 Mei 2025 pagi.

Pasar Asia memberikan respons positif. Indeks saham Asia mengalami lonjakan, dengan Nikkei Jepang naik sebesar 2%, dan saham teknologi Taiwan mencatatkan kenaikan serupa. Indeks MSCI Asia Pasifik mencapai level tertinggi dalam enam bulan terakhir, sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq di Wall Street juga naik tajam.

Meski demikian, para analis mengingatkan bahwa optimisme ini kemungkinan bersifat sementara. Mereka menilai bahwa perubahan nada diplomatik, termasuk penggunaan frasa seperti “saling menghormati” dan “martabat”, belum menunjukkan transformasi struktural yang signifikan dalam hubungan kedua negara.

Salah satu perhatian utama adalah soal keberlanjutan tarif yang masih berlaku. Menurut Fitch Ratings, tarif efektif Amerika Serikat saat ini berada di angka 13,1%. Meskipun telah turun dari 22,8% sebelum tercapainya kesepakatan, angka tersebut masih jauh lebih tinggi dibandingkan 2,3% yang tercatat pada akhir tahun 2024.

Tarif yang tinggi ini dikhawatirkan dapat menghambat perdagangan internasional, meningkatkan biaya produksi, dan menciptakan ketidakpastian di kalangan pelaku bisnis serta investor. Dampaknya bisa melambatkan pemulihan ekonomi global pasca-pandemi, khususnya bagi sektor-sektor yang sangat bergantung pada rantai pasok global.

Karena itu, meskipun hubungan bilateral antara AS dan China kini terlihat lebih bersahabat, para analis tetap mengingatkan bahwa fondasi relasi tersebut belum mengalami perubahan fundamental. Investor pun disarankan untuk tetap berhati-hati terhadap potensi gejolak pasar, terutama jika kebijakan kembali berubah atau ketegangan kembali mencuat.

x|close