Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut dalam kasus pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang terjadi di lingkungan Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta dan PKK) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Pernyataan ini disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu usai tim penyidik menggeledah kantor pusat Kemenaker di Jakarta, Selasa, 20 Mei 2025.
Menurut Asep, terdapat oknum pegawai di lingkungan Ditjen Binapenta dan PKK yang diduga melakukan pemungutan dana secara ilegal kepada calon tenaga kerja asing. Aksi tersebut dilakukan dengan cara memaksa pihak tertentu memberikan sejumlah uang sebagai syarat untuk melancarkan proses perizinan kerja di Indonesia.
“Oknum Kemenaker pada Ditjen Binapenta dan PKK memungut atau memaksa seseorang memberikan sesuatu terhadap para calon tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia,” katanya.
Gedung KPK. (Antara)
Sebagai tindak lanjut dari hasil penyelidikan, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka. Mereka dijerat dengan Pasal 12B dan 12E Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal-pasal tersebut mengatur larangan bagi pejabat negara atau pegawai negeri untuk menerima gratifikasi atau hadiah yang berkaitan dengan jabatannya, terlebih jika itu bertentangan dengan kewajiban atau digunakan untuk menyalahgunakan kekuasaan.
Sanksi hukum yang mengancam para tersangka cukup berat, yaitu pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Denda paling sedikit Rp200 juta dan bisa mencapai hingga Rp1 miliar.
Berdasarkan hasil penyidikan, kasus dugaan korupsi dalam pengurusan RPTKA ini berlangsung dalam kurun waktu tahun 2020 hingga 2023. Ini menunjukkan bahwa praktik tersebut berlangsung cukup lama dan sistematis.
(Sumber: Antara)