Ntvnews.id, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita barang elektronik milik terdakwa kasus importasi gula Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong di tengah masa persidangan. Barang elektronik itu diketahui dibawa Tom ke dalam kamar tahanan.
"Karena jaksa penuntut umum (JPU) melihat perlengkapan alat elektronik ini bisa masuk ke kamar tahanan yang sementara itu dilarang," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, Jumat, 23 Mei 2025.
Harli menjelaskan, terdakwa tidak boleh membawa barang-barang elektronik selama berada di dalam tahanan. Hal itu sangat dilarang, apalagi ketika barang elektronik tersebut berkaitan dengan perkara yang sedang disidangkan.
"Boleh ada elektronik tapi yang sifatnya statis, dan itu ada di luar kamar tahanan, tapi ini bisa masuk," kata Harli.
Di samping karena melanggar ketentuan di rumah tahanan, menurut Harli jaksa menduga barang elektronik tersebut memiliki keterkaitan dengan kasus importasi gula yang menjerat Tom Lembong.
"Diduga ini ada hubungannya dengan perkara, sehingga dilakukan untuk permohonan penyitaan dan kalau pengadilan menyetujui maka JPU akan membaca, mendalami, mengkaji terkait berbagai informasi terkait di dalam barang elektronik itu," papar Harli.
Sebelumnya, dalam sidang lanjutan kasus importasi gula yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, JPU mengajukan permohonan izin penyitaan terhadap satu unit tablet merek Apple jenis iPad Pro berwarna perak dan satu unit laptop merek Apple berwarna perak milik Tom Lembong.
JPU menjelaskan dua unit barang tersebut ditemukan di kamar Tom Lembong saat inspeksi mendadak (sidak) di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 19 Mei 2025.
"Kami mohon untuk disita karena kami menduga kedua benda tersebut ada kaitannya dengan tindak pidana ini," kata JPU.
Atas permintaan itu, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mengaku akan mengambil sikap dengan mempertimbangkannya terlebih dahulu.
Adapun dalam kasus importasi gula, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp578,1 miliar, antara lain, karena menerbitkan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015—2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antara kementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.