Ntvnews.id, Jakarta - Sebuah video yang merekam aksi seorang pria yang mengaku sebagai anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memicu kegaduhan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Duko 1, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, Sumenep, viral di media sosial.
Insiden ini terjadi pada Senin pagi, 26 Mei 2025, sekitar pukul 08.30 WIB di ruang guru sekolah tersebut. Dalam video berdurasi singkat itu, pria bernama Muhlis, yang mengaku dari LSM Bidik, tampak menggebrak meja dan bersikap agresif kepada guru dan kepala sekolah.
Aksinya sontak menimbulkan kepanikan, terutama karena sejumlah siswa sempat menyaksikan langsung keributan itu dari dekat. Muhlis datang ke sekolah untuk mempertanyakan dugaan penyimpangan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang nilainya mencapai belasan juta rupiah.
Namun, cara yang ditempuh justru berujung pada adu mulut dan ketegangan. Ia bahkan menantang guru dan kepala sekolah untuk memukul dirinya, sambil berulang kali mendekati dan memegang tangan beberapa orang di ruangan tersebut.
“Ayo pukul saya, pukul, pukul,” teriak Muhlis dalam video, dengan nada memancing emosi, seperti dilansir dari video viral di media sosial, pada Rabu, 28 Mei 2025.
Kepala SDN Duko 1, Moh. Yunus, membenarkan kejadian tersebut. Ia menyebut aksi Muhlis sebagai tindakan arogan yang menciptakan rasa takut di kalangan siswa.
“Sampai anak-anak menjerit-jerit karena kejadian kemarin,” ujarnya. Ia juga menilai bahwa tindakan serupa pernah terjadi sebelumnya, meski dilakukan oleh orang berbeda yang saat itu mengaku sebagai wartawan.
Menurut Yunus, pihak sekolah telah melaporkan kejadian tersebut kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep melalui pengawas sekolah. Namun, mereka masih mempertimbangkan pelaporan ke kepolisian demi menjaga proses belajar-mengajar tidak terganggu.
“Kalau kami laporkan ke polisi, nanti akan ada proses pemanggilan yang bolak-balik. Kasihan anak-anak kalau kegiatan belajar mereka terganggu,” jelasnya.
Meski begitu, Yunus menegaskan bahwa tidak semua anggota LSM bersikap buruk. Ia mengakui bahwa ada juga yang datang dengan cara baik dan komunikatif.
“Kalau kami tolak karena memang tidak ada anggaran, ada yang menerima dengan baik,” ujarnya.
Insiden ini menyoroti perlunya pengawasan terhadap aktivitas LSM di lingkungan sekolah serta pentingnya ruang dialog yang etis tanpa intimidasi, khususnya di institusi pendidikan yang seharusnya menjadi zona aman bagi anak-anak.