Ntvnews.id, Jakarta - Situasi kemanusiaan di Gaza kian memburuk setelah insiden memilukan terjadi di pusat distribusi bantuan di Rafah, Selasa, 28 Mei 2025.
Sedikitnya 47 warga Palestina mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan langsung dari tentara Israel, menurut laporan Kantor Hak Asasi Manusia PBB.
Ajith Sunghay, Kepala Kantor HAM PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina, mengungkapkan bahwa mayoritas korban cedera disebabkan oleh tembakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang dilepaskan saat ribuan warga Gaza kelaparan menyerbu fasilitas bantuan kemanusiaan yang baru dibuka.
Pusat distribusi tersebut dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) dengan dukungan Amerika Serikat. Namun, rencana distribusi dinilai gagal total oleh Kantor Media Pemerintah Gaza, yang menyatakan bahwa pendekatan otoritas pendudukan terhadap bantuan justru memperparah penderitaan warga sipil.
“Kami menilai rencana distribusi bantuan oleh otoritas pendudukan Israel di zona penyangga gagal total,” demikian pernyataan dari Kantor Media Pemerintah Gaza, dikutip Kamis, 29 Mei 2025.
Pasukan Israel disebut melepaskan tembakan saat kerumunan besar mencoba mengakses bantuan makanan yang sangat dibutuhkan. Akibatnya, puluhan orang mengalami luka-luka dalam suasana kacau dan penuh ketegangan.
Arsip - Seorang anak terjepit di antara pengungsi yang berebut mengambil jatah makanan di sebuah tempat pengungsian di Gaza (Antara)
Media Israel Yedioth Ahronoth melaporkan bahwa pekerja kemanusiaan asal Amerika yang tergabung dalam GHF telah dievakuasi dari Rafah setelah terjadinya penembakan tersebut.
Ajith Sunghay menggambarkan kondisi di Gaza sebagai bencana kemanusiaan yang semakin dalam. Ia menyoroti bahwa dalam sepekan terakhir, serangan udara Israel kembali menghantam rumah-rumah dan tempat pengungsian, menyebabkan ratusan korban jiwa dan ribuan pengungsi baru.
Sunghay juga mengungkap kisah memilukan yang menggambarkan kebrutalan situasi di lapangan. Ia menyebut anak-anak yang tewas terbakar hidup-hidup di tempat perlindungan, keluarga yang hancur karena serangan, hingga sembilan saudara kandung yang gugur dalam satu serangan saat ibunya sedang bekerja sebagai dokter.
Lebih jauh, Sunghay menyoroti krisis kelaparan ekstrem yang kini melanda Gaza. Ia menggambarkan kondisi memilukan di mana anak-anak menderita gizi buruk dan kelaparan parah, sementara orang tua tak lagi mampu memberi makan keluarga mereka.
Sejak 2 Maret, Israel diketahui menutup semua jalur penyeberangan bantuan kemanusiaan, termasuk makanan dan obat-obatan. Penutupan ini memperparah krisis yang telah berlangsung sejak serangan brutal dimulai pada Oktober 2023, di mana lebih dari 54.000 warga Palestina tewas, mayoritas adalah perempuan dan anak-anak.
PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan internasional kembali menyerukan penghentian kekerasan, pembukaan akses bantuan, dan pembebasan sandera.
(Sumber: Anadolu/ Antara)