Ntvnews.id, Jakarta - Tujuh bulan setelah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka resmi menjabat, publik menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi. Namun, survei nasional terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA) juga mengungkap sinyal peringatan di bidang ekonomi.
Dari tujuh sektor yang dievaluasi, lima memperoleh nilai positif (rapor biru), sementara dua lainnya mendapat catatan kritis (rapor merah) dari masyarakat. Dalam survei yang dilakukan pada 16–31 Mei 2025 terhadap 1.200 responden di seluruh Indonesia.
LSI mencatat mayoritas publik menilai kinerja sosial-budaya, keamanan nasional, penegakan hukum, stabilitas politik, dan ekonomi makro sebagai sektor yang berjalan baik. Bahkan, 95,1% responden menyatakan kondisi sosial budaya nasional dalam keadaan baik hingga sangat baik—angka tertinggi di antara seluruh indikator.
Namun, di tengah pujian tersebut, dua masalah besar mulai membayangi: sulitnya mencari pekerjaan dan naiknya beban kebutuhan pokok. Sebanyak 60,8% responden mengaku lapangan kerja saat ini lebih sulit diakses dibandingkan tahun lalu, sementara 58,3% merasa kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Lapangan Kerja dan Kebutuhan Pokok Jadi Isu Mendesak
Rapor merah pada sektor ketenagakerjaan dan konsumsi dasar menjadi perhatian serius. Keluhan soal sulitnya mencari pekerjaan merata di semua lapisan masyarakat dari buruh hingga lulusan perguruan tinggi, dari masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah. Wilayah seperti Maluku dan Papua bahkan mencatatkan angka tertinggi, dengan 87% warga menyatakan lapangan kerja semakin langka.
Tekanan ekonomi ini diperkuat oleh fakta bahwa 73.992 kasus PHK telah terjadi hanya dalam dua bulan pertama tahun 2025, menurut data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). PHK tak hanya melanda sektor industri dan jasa, tapi juga pekerja intelektual seperti wartawan dan staf kreatif.
Empat Penyebab Utama Tekanan Ekonomi
Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka (Tangkapan Layar)
LSI mencatat empat faktor utama yang menyebabkan tekanan ekonomi dalam masa awal pemerintahan:
1. Program Belum Terasa
Kebijakan unggulan seperti Makan Bergizi Gratis, Hilirisasi, Danantara, hingga Koperasi Merah Putih masih berada pada tahap awal implementasi. Dampaknya belum terasa secara langsung oleh publik.
2. Pertumbuhan Ekonomi di Bawah Ekspektasi
Ekonomi nasional masih tumbuh di bawah 5%, terlalu rendah untuk menciptakan lapangan kerja dalam skala besar. Padahal, dalam konteks politik ekonomi, angka 5% adalah batas psikologis antara rasa aman dan rasa cemas.
3. Ekspektasi Publik yang Tinggi
Prabowo memenangkan pilpres dengan dukungan besar, yang otomatis melahirkan harapan rakyat yang menjulang tinggi. Saat realitas belum bisa memenuhi harapan itu, kekecewaan pun mulai terdengar.
4. Tingkat Kepuasan Tetap Tinggi, Fenomena Bulan Madu Politik
Menariknya, di tengah tekanan ekonomi yang meluas, kepuasan terhadap pemerintahan Prabowo Gibran justru mencapai angka 81,2%. LSI mengidentifikasi empat faktor penyebab fenomena ini:
Citra Pribadi Prabowo
Prabowo Subianto (IST)
Dengan tingkat pengenalan publik sebesar 98% dan kesukaan 94,4%, Prabowo masih menjadi tokoh sentral yang dicintai rakyat. Citra kuat ini berperan sebagai tameng dari kritik tajam.
Efek Bulan Madu Politik
Enam hingga dua belas bulan pertama pemerintahan dianggap sebagai masa bulan madu, ketika publik memberi ruang bagi pemerintahan baru untuk membuktikan kinerjanya.
Arah Kebijakan Dinilai Benar
Sebanyak 81% responden merasa Indonesia sedang berada di jalur yang tepat. Meski belum semua janji terpenuhi, arah kebijakan dianggap sesuai dengan harapan.
Minimnya Oposisi Kuat
Hingga kini, belum ada kekuatan oposisi atau tokoh alternatif yang mampu menandingi narasi pemerintah. Hal ini membuat dukungan publik terhadap pemerintah tetap solid.
Antara Stabilitas dan Tuntutan Perbaikan
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengucapkan selamat Hari Natal kepada umat Kristiani di Indonesia dalam rekaman video yang disiarkan di Jakarta, Rabu 25.Desember 2024. ((Antara) )
Survei ini menyimpulkan bahwa pemerintahan Prabowo–Gibran memiliki landasan kuat untuk melangkah ke fase selanjutnya. Lima rapor biru menunjukkan stabilitas yang menjanjikan, namun dua rapor merah menjadi alarm keras agar pemerintah lebih agresif dalam mempercepat program ekonomi yang berdampak langsung bagi rakyat.
Tujuh bulan pertama bisa menjadi fondasi legitimasi jangka panjang, atau justru menjadi awal dari keretakan kepercayaan jika keluhan publik tidak segera direspon.
Rakyat telah memberi kepercayaan—mereka melihat arah yang benar. Namun kini waktunya untuk membuktikan bahwa arah yang benar itu membawa hasil nyata, pekerjaan tersedia, harga kebutuhan pokok terkendali, dan hidup rakyat sedikit lebih layak dari kemarin.