Ntvnews.id, Beijing - Pemerintah China memberikan respons tajam terhadap keputusan Amerika Serikat untuk kembali keluar dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Dalam pernyataan resminya, China menyoroti bahwa AS memang sudah lama menunggak iuran keanggotaan sebelum akhirnya memutuskan mundur.
"Kami mengetahui bahwa UNESCO dan banyak negara menyatakan penyesalan mereka atas keputusan AS untuk kembali menarik diri dari organisasi tersebut. Ini adalah ketiga kalinya AS menarik diri dari UNESCO, negara ini sudah lama tidak membayar tunggakan," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, dalam konferensi pers di Beijing, Rabu, 23 Juli 2025.
Sehari sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan menarik diri dari keanggotaan UNESCO. Keputusan ini disampaikan secara resmi oleh Wakil Juru Bicara Gedung Putih, Anna Kelly, yang menyebut bahwa organisasi tersebut dinilai mendukung agenda yang bertentangan dengan kebijakan pemerintahan saat ini.
"Presiden Trump telah memutuskan untuk menarik Amerika Serikat dari UNESCO yang mendukung isu-isu budaya dan sosial progresif, serta bersifat memecah belah, yang sama sekali tidak sejalan dengan kebijakan masuk akal yang dipilih oleh rakyat Amerika pada bulan November," kata Kelly.
Sebagai tanggapan, Guo Jiakun mengkritik langkah tersebut dengan menekankan bahwa tujuan dari organisasi seperti UNESCO adalah untuk memperkuat kerja sama internasional, bukan memecah belah.
"Ini bukanlah hal yang seharusnya dilakukan oleh negara besar. Tujuan UNESCO adalah untuk memajukan kerja sama internasional di bidang pendidikan, sains, dan budaya, mendorong saling pengertian dan integrasi peradaban, menegakkan perdamaian dunia, dan mencapai pembangunan bersama," tegas Guo Jiakun.
China, lanjut Guo, menyatakan komitmennya untuk terus mendukung upaya UNESCO. Dalam momentum peringatan 80 tahun berdirinya PBB, ia juga menyerukan agar semua negara kembali pada komitmen multilateralisme dan menjunjung sistem internasional yang berpusat pada PBB.
"China mengajak agar semua negara kembali kepada tatanan internasional yang didasari oleh hukum internasional, dan norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional berdasarkan tujuan dan prinsip Piagam PBB," ujarnya.
Dari pihak Amerika Serikat, keputusan resmi untuk keluar dari UNESCO disampaikan oleh Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce. Ia menegaskan bahwa keputusan itu akan berlaku efektif mulai 31 Desember 2026.
"Hari ini, AS memberi tahu Direktur Jenderal Audrey Azoulay tentang keputusan AS untuk mundur dari UNESCO. Keterlibatan berkelanjutan di UNESCO tidak sejalan dengan kepentingan nasional AS," ujar Bruce.
Menurut Bruce, agenda "globalis dan ideologis" UNESCO dalam pembangunan internasional tidak sejalan dengan pendekatan kebijakan luar negeri Amerika yang berlandaskan prinsip "America First". Ia juga mengkritik keputusan organisasi itu untuk mengakui Negara Palestina sebagai anggota penuh, yang menurutnya "sangat bermasalah" dan memperkuat retorika anti-Israel di tubuh organisasi.
Sebagai catatan, AS merupakan salah satu pendiri UNESCO pada tahun 1945. Namun, negara tersebut sudah beberapa kali menarik diri dari organisasi ini. AS pertama kali keluar pada tahun 1984 di masa Presiden Ronald Reagan, dengan alasan kekhawatiran terhadap tata kelola yang buruk dan bias politik.
AS kemudian bergabung kembali pada 2003 di bawah Presiden George W. Bush setelah menilai telah ada reformasi penting dalam tubuh UNESCO. Namun, pada akhir 2018, Presiden Trump kembali menarik AS keluar karena menilai UNESCO menunjukkan sikap anti-Israel. Di bawah Presiden Joe Biden, AS sempat bergabung kembali pada pertengahan 2023.
Selama menjadi anggota, AS diketahui menyumbang sekitar delapan persen dari total anggaran UNESCO.
Di luar UNESCO, Presiden Trump juga sebelumnya memutuskan untuk menarik AS dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan menghentikan pendanaan untuk Badan PBB bagi Pengungsi Palestina (UNRWA).
UNESCO sendiri adalah lembaga PBB yang didirikan untuk mempromosikan kerja sama global dalam bidang pendidikan, sains, budaya, dan komunikasi demi menciptakan perdamaian dan pembangunan yang berkelanjutan. Organisasi ini juga bertanggung jawab menjaga situs-situs dan tradisi yang diakui sebagai warisan dunia.
(Sumber: Antara)