Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pada penentuan kuota serta penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama untuk periode 2023–2024.
“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama IAA alias GA selaku Ketua PBNU periode 2022-2027, HL selaku Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, BD selaku Direktur Utama PT Annatama Purna Tour, dan AML selaku Komisaris PT Ebad Al-Rahman Wisata dan Direktur PT Diva Mabruro,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Jakarta, Rabu, 27 Agustus 2025.
Namun demikian, Budi menambahkan bahwa pemeriksaan terhadap IAA sudah dilakukan lebih awal pada Selasa 26 Agustus 2025.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, saksi yang dipanggil tersebut antara lain adalah Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex (IAA/GA) yang sebelumnya pernah menjabat sebagai staf khusus Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, serta Hilman Latief (HL).
KPK sendiri telah mengumumkan dimulainya proses penyidikan kasus dugaan korupsi terkait kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023–2024 pada 9 Agustus 2025.
Baca Juga: Perceraian Batal, Andre Taulany dan Erin Tetap Bersama demi Anak-Anak
Sebelumnya, pada 7 Agustus 2025, KPK meminta keterangan langsung dari mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Setelah itu, lembaga antirasuah tersebut juga menyampaikan bahwa pihaknya sedang berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara dalam perkara ini.
Kemudian pada 11 Agustus 2025, KPK menyampaikan hasil perhitungan awal kerugian negara yang ditaksir lebih dari Rp1 triliun. Pada saat yang sama, KPK juga mengumumkan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap tiga orang, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain penyidikan oleh KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan menemukan adanya sejumlah kejanggalan pada penyelenggaraan haji tahun 2024.
Salah satu poin utama yang menjadi sorotan Pansus adalah kebijakan pembagian tambahan kuota 20.000 jamaah dari Pemerintah Arab Saudi dengan skema 50:50, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Kebijakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dalam regulasi itu ditegaskan bahwa kuota haji khusus seharusnya hanya sebesar 8 persen, sementara 92 persen sisanya diperuntukkan bagi kuota haji reguler.
(Sumber: Antara)