Dia menjelaskan bahwa dalam kapasitas sebagai hakim konstitusi, Anwar memang diharuskan menjaga integritas dan martabat jabatannya sesuai prinsip kode etik. Namun, hal ini tidak menghilangkan haknya sebagai warga negara untuk mengajukan dan menghadirkan ahli dalam proses hukum yang melibatkan dirinya.
“Dengan demikian, pengajuan Muhammad Rullyandi sebagai ahli oleh Hakim Terlapor melalui kuasa hukumnya dalam perkaranya di PTUN Jakarta merupakan bagian dari upaya Hakim Terlapor untuk mempertahankan haknya sebagai warga negara mendapatkan keterangan ahli dalam proses hukum yang melibatkan dirinya,” kata dia.
Dalam pertimbangan lain yang dibacakan oleh anggota MKMK Yuliandri, disebutkan bahwa majelis telah mengukur derajat keterlibatan Anwar dalam memilih dan menentukan ahli yang dihadirkan dalam persidangan di PTUN agar dapat menilai potensi adanya pelanggaran kode etik.
MKMK sudah meminta keterangan langsung dari Anwar Usman dan hasilnya diketahui bahwa hakim konstitusi tersebut tidak tahu menahu dan tidak mengenal secara dekat dengan Rullyandi.
Anwar menyatakan bahwa keputusan pemilihan Rullyandi diserahkan sepenuhnya kepada tim kuasa hukumnya.
Atas itu, dalam kesimpulannya, MKMK menyatakan bahwa tidak terdapat pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi terkait prinsip kepantasan dan kesopanan dalam Sapta Karsa Hutama yang dilakukan oleh Anwar Usman sebagaimana yang didalilkan oleh Pelapor.