Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa mantan Bendahara Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Muhammad Tauhid Hamdi (TH), untuk ketiga kalinya.
“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama TH selaku mantan Bendahara Umum Amphuri,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi dari Jakarta, Selasa.
Budi menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Tauhid Hamdi dilakukan dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023–2024.
Sebelumnya, KPK telah memeriksa Tauhid Hamdi dua kali, yakni pada 19 September 2025 dan 25 September 2025, dalam perkara yang sama.
Selain Tauhid, KPK juga memeriksa tiga saksi lain, yaitu SAR selaku Direktur PT Sindo Wisata Travel, AF sebagai Direktur Utama PT Thayiba Tora, serta MIQ yang merupakan pihak swasta.
Baca Juga: KPK Periksa Dirjen PHU Kemenag Hilman Latief Terkait Kasus Dugaan Korupsi Haji
Diketahui, KPK secara resmi mengumumkan dimulainya penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kemenag tahun 2023–2024 pada 9 Agustus 2025.
Pengumuman tersebut dilakukan setelah lembaga antirasuah itu meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam tahap penyelidikan pada 7 Agustus 2025.
Pada kesempatan itu, KPK juga menginformasikan bahwa mereka sedang berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat dugaan penyimpangan dalam penentuan kuota haji tersebut.
Selanjutnya, pada 11 Agustus 2025, KPK menyampaikan hasil perhitungan awal yang menunjukkan adanya indikasi kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. Lembaga tersebut juga menerapkan pencegahan ke luar negeri terhadap tiga orang, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Baca Juga: Ketua KPK: Penetapan Tersangka Kasus Kuota Haji Tinggal Tunggu Waktu
Tidak hanya itu, pada 18 September 2025, KPK mengungkapkan bahwa sekitar 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji diduga turut terlibat dalam kasus ini.
Selain penyelidikan yang dilakukan KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2024.
Salah satu temuan utama Pansus adalah mengenai pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi secara tidak proporsional oleh Kementerian Agama, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang menetapkan bahwa porsi kuota haji khusus hanya sebesar delapan persen, sementara 92 persen sisanya diperuntukkan bagi haji reguler.
Sumber: ANTARA