Ntvnews.id, Jakarta - Sembilan orang karyawan swasta mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka meminta pajak pesangon dan uang pensiun dihapus.
Menurut mereka, kebijakan tersebut tak adil dan bertentangan dengan hak konstitusional pekerja yang seharusnya dilindungi negara pasca puluhan tahun bekerja.
Permohonan itu teregister dengan Nomor Perkara 186/PUU-XXIII/2025. Gugatan diajukan guna menguji Pasal 4 ayat (1) serta Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah terakhir melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terhadap UUD 1945.
Para pemohon menilai, ketentuan itu menimbulkan perlakuan tak adil karena pesangon dan pensiun, yang merupakan hak normatif dan tabungan hasil kerja seumur hidup, dipersamakan dengan penghasilan baru yang bersifat produktif.
"Pensiunan pekerja swasta yang semestinya diperlakukan dengan penuh empati dan perlindungan justru diperlakukan sama dengan pihak-pihak yang masih memiliki penghasilan produktif. Padahal prinsip konstitusional menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas perlindungan hukum yang sama, tanpa diskriminasi," kata Pemohon I Jamson Frans Gultom, dikutip Senin, 20 Oktober 2025.
Baca Juga Sopir Mobil Pajero Berplat Polri yang Viral di Bandung Ditangkap
Di samping Jamson, delapan pemohon lainnya adalah Agus Suwargi, Budiman Setyo Wibowo, Wahyuni Indrjanti, Jamil Sobir, Lyan Widiya, Muhammad Anwar, Cahya Kurniawan, dan Aldha Reza Rizkiansyah.
Dalam permohonannya, mereka menganggap pengenaan pajak terhadap pesangon, uang pensiun, Jaminan Hari Tua (JHT), dan Tabungan Hari Tua (THT) telah mengaburkan makna Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak warga negara atas penghidupan yang layak.
Menurut para pemohon, pesangon dan manfaat pensiun tidak dapat disamakan dengan laba usaha atau keuntungan modal, karena bersumber dari potongan gaji dan penghargaan atas jasa pekerja, bukan tambahan kemampuan ekonomis baru.
Pada petitumnya, mereka meminta MK menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 UU PPh jo. UU HPP bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945, serta tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dalam hal pengenaan pajak atas pesangon, uang pensiun, THT, dan JHT.
Para pemohon pun meminta Mahkamah untuk memerintahkan pemerintah tidak lagi mengenakan pajak atas hak-hak tersebut bagi seluruh pekerja di Indonesia, baik di sektor swasta maupun pemerintahan.
Adapun perkara ini disidangkan oleh majelis panel hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.