Jembatan di Tambang Tembaga Kongo Ambruk, 32 Orang Tewas

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 17 Nov 2025, 19:04
thumbnail-author
Naurah Faticha
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan

Ntvnews.id, Jakarta - Setidaknya 32 orang tewas di Republik Demokratik Kongo (DRC) akibat jembatan di tambang tembaga dan kobalt yang ambruk karena kelebihan muatan, kata pejabat setempat. Insiden itu terjadi pada Sabtu, 15 November 2025 di tambang Kalando, kata Menteri Dalam Negeri provinsi Lualaba, Roy Kaumbe Mayonde, pada Minggu, 16 November 2025.

“Meskipun ada larangan resmi untuk mengakses lokasi tersebut karena hujan deras dan risiko longsor, penambang liar memaksa masuk ke tambang,” kata Mayonde.

Para penambang yang berlari melintasi jembatan darurat, yang dibangun untuk menyeberangi parit yang tergenang air, menyebabkan jembatan tersebut runtuh, tambahnya.

Laporan dari Layanan Pendampingan dan Bimbingan Pertambangan Skala Kecil dan Artisanal Republik Demokratik Kongo (SAEMAPE) menyatakan bahwa tembakan senjata api dari tentara di lokasi tersebut memicu kepanikan di kalangan penambang. Para penambang kemudian berlari menuju jembatan, yang menyebabkan mereka “bertumpuk satu sama lain, menyebabkan kematian dan luka-luka,” kata laporan itu.

Baca Juga: PBB: Hampir 2.900 Orang Tewas dalam Konflik di Kongo Timur

Meskipun Mayonde memperkirakan jumlah korban tewas setidaknya 32 orang, laporan lain menyebut jumlah korban tewas mencapai 40 orang.

Laporan juga menyebutkan bahwa tambang tersebut menjadi lokasi sengketa berkepanjangan antara penambang liar, koperasi yang seharusnya mengatur kegiatan pertambangan, dan operator legal yang dikabarkan memiliki keterlibatan perusahaan China.

Arthur Kabulo, koordinator provinsi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, mengatakan kepada AFP bahwa lebih dari 10.000 penambang liar beroperasi di Kalando. Pemerintah provinsi menghentikan operasi di lokasi tambang pada Minggu, 16 November 2025.

Baca Juga: Pengadilan Militer Kongo Jatuhkan Hukuman Mati kepada Eks Presiden Kabila atas Tuduhan Pengkhianatan

Inisiatif untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia mendorong penyelidikan independen terkait peran militer dalam kematian ini, dengan mengutip laporan bentrokan antara penambang dan tentara. Belum ada komentar dari pihak militer.

Republik Demokratik Kongo adalah produsen kobalt terbesar dunia, mineral yang digunakan untuk baterai lithium-ion bagi kendaraan listrik dan produk lainnya, dengan perusahaan-perusahaan China menguasai 80 persen produksinya di negara Afrika Tengah tersebut.

Tuduhan mengenai pekerja anak, kondisi kerja yang tidak aman, dan korupsi telah lama membayangi industri pertambangan kobalt di DRC. Kekayaan mineral negara ini juga menjadi akar konflik yang telah melanda wilayah timur DRC lebih dari tiga dekade.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by warungjurnalis (@warungjurnalis)

x|close