Ntvnews.id, Jakarta - Sejumlah terobosan dibuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru. Salah satunya ialah laporan polisi yang juga jadi objek gugatan praperadilan.
Apabila laporan polisi tak kunjung diproses oleh petugas, pelapor bisa mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan negeri. Ini dilakukan demi kepastian hukum, serta merespons keluhan masyarakat yang mengaku sudah membuat laporan polisi, namun tak kunjung diproses.
"Jadi kalau kita melaporkan perkara ke aparat penegak hukum, kadang-kadang bertahun-tahun nggak diproses, kita nggak bisa ngapa-ngapain. Dengan KUHAP yang baru, maka hal tersebut menjadi objek praperadilan. Kita bisa ajukan gugatan praperadilan agar laporan kita dapat ditindaklanjuti," ujar Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, saat rapat paripurna, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 November 2025.
Dengan demikian, lingkup praperadilan menjadi lebih luas dalam KUHAP anyar. Ada pun hal-hal yang bisa dipraperadilankan, yang diatur KUHAP hasil revisi, antara lain: sah atau tidaknya upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, pemblokiran, pemeriksaan surat, dan penetapan tersangka.
Baca Juga: DPR: Peran Advokat di KUHAP Baru Kayak di Film-film Amerika
Lalu, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan. Ketiga, sah atau tidaknya permintaan ganti rugi. Keempat, sah atau tidaknya penyitaan benda atau barang yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana.
Kelima, penundaan terhadap penanganan perkara tanpa alasan yang sah. Keenam permohonan penangguhan pembantaran penahanan.
Di samping itu, KUHAP baru memberikan penguatan peran advokat. Di KUHAP baru, advokat dapat lebih aktif dan bisa mengajukan keberatan terhadap intimidasi.
Baca Juga: KUHAP Baru Telah Resmi Jadi UU, Mulai Diterapkan pada 2 Januari 2026 Bareng KUHP
"Seseorang sejak awal bisa didampingi oleh advokat, bahkan ketika belum berstatus sebagai saksi, baru pemberi keterangan pun sudah bisa didampingi oleh advokat," tutur Habiburokhman.
KUHAP baru juga mengatur terkait mekanisme penahanan yang lebih subjektif, dengan delapan syarat penahanan.
"Jadi di KUHAP lama itu penahanan sangat subjektif, bisa seleranya penyidik saja, suka-sukanya, di KUHAP yang baru tidak, itu perbandingannya," tandas politikus Gerindra.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. (YouTube TVR Parlemen)