Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki menegaskan bahwa kematian badak jawa (Rhinoceros sondaicus) bernama Musofa setelah proses translokasi bukan disebabkan pemindahan habitat, melainkan akibat penyakit kronis yang sudah lama dideritanya.
Dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kehutanan di Jakarta pada Jumat, 28 November 2025, Rohmat menjelaskan bahwa hasil laporan Balai Taman Nasional Ujung Kulon bersama tim medis serta tim patologi Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB) IPB University menunjukkan kondisi penyakit bawaan tersebut tidak dapat ditangani, bahkan sebelum translokasi dilakukan.
"Ini dari hasil nekropsi, menunjukkan adanya kerusakan kronis pada hati, paru-paru dan otak, serta infeksi parasit signifikan pada saluran pencernaannya," kata Wamenhut.
Ia memahami bahwa kabar kematian Musofa yang meninggal pada 7 November 2025 setelah dipindahkan pada 5 November 2025, menimbulkan kekhawatiran publik. Namun Rohmat memastikan bahwa proses penanganan sudah dilakukan maksimal sesuai standar konservasi internasional.
"Seluruh tindakan telah diaudit dan diverifikasi oleh tenaga ahli independen. Saya ingin menegaskan bahwa translokasi ini tetap merupakan tonggak penting konservasi badak Jawa," tegasnya.
Rohmat menambahkan bahwa proses translokasi tetap memberikan kontribusi penting bagi upaya konservasi, terutama sebagai pembelajaran ilmiah untuk peningkatan deteksi dini penyakit satwa liar, peningkatan standar kesehatan populasi badak, dan penguatan protokol keamanan translokasi satwa di habitat aslinya.
Baca Juga: Kemenhut Siapkan Relokasi Badak Kalimantan Pari untuk Selamatkan Populasi
Dalam kesempatan yang sama, Prof. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto dari SKHB IPB University menjelaskan bahwa Musofa berusia lebih dari 45 tahun dan telah mengalami kondisi kelemahan kronis sejak sebelum penangkapan.
"Kematian badak lebih disebabkan kondisi hipoproteinemia, karena kekurusan. Jadi dia memang sangat kurus akibat infestasi berat dari cacing parasit di saluran cerna dan juga otot yang menyebabkan timbunan cairan di otak menyebabkan gangguan koordinasi dan paru-paru menyebabkan penurunan kadar oksigen sehingga badak mengalami kelemahan secara umum," jelasnya.
Ia juga memastikan bahwa hasil nekropsi tidak menunjukkan adanya kerusakan jaringan atau organ yang diakibatkan proses translokasi. Menurutnya, tidak ada indikasi kematian akibat pemberian sedasi atau standing anesthesia.
Baca Juga: Menhut: Penyelamatan Badak Jawa Adalah Wujud Pertobatan Ekologis
Kronologi translokasi Musofa dimulai pada 3 November 2025 ketika badak tersebut masuk ke dalam pit trap 1 dan langsung ditangani tim dokter. Musofa kemudian ditempatkan dalam kandang angkut sambil menunggu kondisi cuaca aman karena hujan deras, gelombang tinggi, badai, dan petir selama dua hari.
Pada 5 November 2025 setelah analisis cuaca menyatakan aman, Musofa dipindahkan ke Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) menggunakan KAPA Marinir TNI AL. Ia tiba dengan selamat di Paddock JRSCA tanpa luka akibat proses translokasi, bahkan sudah mampu makan dan buang kotoran secara normal. Tim dokter juga melakukan pengecekan lanjutan dan pengobatan yang diperlukan.
Namun pada 7 November 2025 sekitar pukul 13.00 WIB, kondisi Musofa menurun drastis. Tim dokter segera melakukan tindakan darurat, tetapi pada pukul 16.16 WIB, Musofa dinyatakan tidak dapat diselamatkan.
(Sumber: Antara)
Wamenhut Rohmat Marzuki (kedua kiri), Dirjen KSDAE Kemenhut Satyawan Pudyatmoko (kedua kanan) dan Prof. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto dari SKHB IPB University (kiri) dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 28 November 2025. ANTARA/Prisca Triferna (Antara)