Ntvnews.id, Jakarta - Polisi menetapkan Direktur Utama PT Terra Drone Indonesia, Michael Wisnu Wardhana, sebagai tersangka dalam tragedi kebakaran maut yang melanda gedung Terra Drone di kawasan Jakarta Pusat. Penetapan dilakukan usai polisi menemukan serangkaian kelalaian.
Kebakaran dilaporkan terjadi pada Selasa siang, 9 Desember 2025. Api dengan cepat melahap bangunan enam lantai tersebut dan menyebabkan 22 orang meninggal dunia. Para korban terdiri dari 15 perempuan dan 7 laki-laki, yang sebagian besar terjebak di lantai atas gedung.
Korban tidak mampu menyelamatkan diri karena asap tebal menyebar dari lantai bawah, sementara akses keluar dan sistem evakuasi nyaris tidak tersedia. Kondisi tersebut membuat gedung berubah menjadi perangkap mematikan bagi para pekerja di dalamnya.
Baca Juga: Polisi Tegaskan Tak Ada Kaitan Kebakaran Terra Drone dengan Bencana Sumatera
Polisi menyimpulkan, tragedi ini bukan sekadar kecelakaan, melainkan akumulasi dari kelalaian sistemik yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan. Berikut 4 bentuk kelalaian fatal yang diungkap penyidik.
1. Tidak Menyusun SOP Penyimpanan Baterai Berbahaya
Petugas saat memasang garis polisi setelah melakukan olah TKP di Ruko Terra Drone, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis 11 Desember 2025. ANTARA/Khaerul Izan (Antara)
Kelalaian pertama berkaitan langsung dengan sumber api. Penyidikan mengungkap bahwa manajemen tidak memiliki standar operasional prosedur (SOP) untuk penyimpanan baterai drone, khususnya baterai berisiko tinggi seperti lithium polymer (LiPo).
"Ada kelalaian saudara tersangka. Tidak membuat atau memastikan adanya SOP penyimpanan baterai berbahaya. Tidak menunjuk petugas K3 dan tidak melakukan pelatihan keselamatan" kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro dalam keterangannya, dilansir Sabtu, 13 Desember 2025.
Baca Juga: Polisi Ungkap Ruko Terra Drone Langgar Banyak Prosedur Keselamatan
Selain itu, perusahaan juga tidak menyiapkan ruang penyimpanan khusus untuk material mudah terbakar, serta mengabaikan aspek keselamatan dasar gedung. Perusahaan juga tidak memastikan jalur evakuasi berfungsi dengan benar.
2. Gedung Tanpa Sistem Proteksi Kebakaran
Kelalaian berikutnya menyangkut kondisi fisik bangunan. Gedung Terra Drone diketahui tidak dilengkapi sistem proteksi kebakaran yang memadai. Ironisnya, bangunan tersebut digunakan sebagai gudang penyimpanan baterai meski izin bangunannya diperuntukkan sebagai perkantoran.
"Tidak ada pintu darurat, tidak ada sensor asap, tidak ada sistem proteksi kebakaran, tidak ada jalur evakuasi, gedung memiliki IMB (izin mendirikan bangunan) dan SLF (sertifikat laik fungsi) untuk perkantoran namun digunakan juga sebagai tempat penyimpanan atau gudang," katanya.
Penyidik juga menemukan pelanggaran serius dalam pengelolaan ruang dan peralatan berisiko tinggi di dalam gedung. Penyidik menemukan ruang penyimpanan yang sempit tanpe ventilasi. Ada pula genset yang berpotensi panas di area yang sama.
3. Tidak Ada Alarm Pendeteksi Kebakaran
Garis polisi masih melintang di pagar Ruko Terra Drone setelah terbakar dan menewaskan 22 orang di Jakarta, Rabu, 10 Desember 2025. ANTARA/Khaerul Izan (Antara)
Absennya sistem alarm kebakaran menjadi kelalaian ketiga yang memperparah situasi. Berdasarkan keterangan saksi, tidak ada peringatan otomatis saat api mulai membesar di lantai bawah gedung.
"Alarm kebakaran juga berdasarkan keterangan saksi tidak ada. Jadi, itu yang tahu kebakaran karena ketika sudah terbakar di bawah, ada yang lari ke atas sambil memberi tahu bahwa ada kebakaran," kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Roby Heri Saputra.
Baca Juga: Menteri PPPA Soroti Keselamatan Pekerja Perempuan Pasca Kebakaran Terra Drone
Salah satu karyawan bahkan harus berlari dari lantai ke lantai untuk memperingatkan rekan-rekannya secara manual. Upaya pemadaman awal menggunakan alat pemadam api ringan (APAR) pun gagal karena api sudah terlanjur membesar.
4. Karyawan Tidak Dibekali Pengetahuan Pengelolaan Baterai Drone
Penyelidikan juga mengungkap minimnya pemahaman karyawan terkait pengelolaan baterai drone. Tidak ada pelatihan tertulis maupun prosedur jelas mengenai pemisahan dan penanganan baterai rusak, bekas, dan layak pakai.
"Dari semua karyawan kami periksa, memang umumnya mereka tidak paham walaupun cuma penjelasan singkat, tapi tidak ada tertulis dan paham bagaimana mengelola barang, baterai tersebut, di ruangan itu bercampur dengan baterai rusak, ada baterai dan sebagainya, itu jadi satu semua," kata Susatyo.
Padahal, standar keselamatan mewajibkan baterai LiPo disimpan secara terpisah karena sifatnya yang mudah terbakar. Oleh karena itu, penyidik menetapkan bahwa hal ini karena kesalahan sistemik dari manajemen.
Direktur Utama PT Terra Drone Indonesia MW saat dihadirkan pada konferensi pers di Jakarta, Jumat, 12 Desember 2025. ANTARA/HO-Humas Polres Jakpus (Antara)