Ntvnews.id, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) membongkar sejumlah manuver yang diduga dilakukan oleh mantan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim dalam kasus korupsi pengadaan laptop jenis Chromebook. Mulai dari pencopotan dua pejabat eselon lantaran perbedaan pendapat hingga soal adanya rapat rahasia.
Hal ini diungkap JPU kala membacakan dakwaan untuk tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 16 Desember 2025.
Dakwaan JPU menyebut bahwa perbuatan Nadiem Makarim dan beberapa pihak terkait dalam kasus ini telah menyebabkan kerugian negara yang cukup besar. Nama Nadiem Makarim sendiri bahkan disebut menerima keuntungan fantastis dari hasil pengadaan laptop Chromebook tersebut, yakni sebesar Rp 809,56 miliar.
"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu terdakwa Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp 809.596.125.000," ujar JPU Roy Riady saat sidang.
Perwakilan pegiat antikorupsi saat mengajukan amicus curiae pada sidang praperadilan Nadiem Makarim di PN Jakarta Selatan, Jumat, 3 Oktober 2025. (ANTARA)
Menurut JPU, para terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) pada program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, (Kemendikbud Ristek) ini telah merugikan negara sebesar Rp 2,1 triliun.
Materi itu terungkap dalam surat dakwaan untuk terdakwa Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021.
"Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Ibrahim Arief alias IBAM, Mulyatsyah, dan Jurist Tan membuat review kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan khususnya daerah 3T," papar jaksa.
Di samping keuntungan material, JPU juga mengungkapkan adanya penggunaan kekuasaan oleh Nadiem untuk memuluskan proyek ini. Jaksa menyebut Nadiem Makarim mencopot dua pejabat eselon di kementeriannya karena perbedaan pendapat terkait pengadaan barang dan jasa.
“Salah satu alasan Nadiem Anwar Makarim mengganti pejabat eselon 2 di antaranya Poppy Dewi Puspitawati karena berbeda pendapat terkait hasil kajian teknis yang tidak sesuai dengan arahan Nadiem Anwar Makarim, tidak setuju jika pengadaan merujuk kepada satu produk tertentu, sehingga digantikan oleh Mulyatsyah yang sudah menandatangani pengantar Juknis Pengadaan Peralatan TIK SMP Tahun Anggaran 2020 tertanggal 15 Mei 2020," jelas jaksa.
Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024 Nadiem Makarim (tengah) menggunakan rompi tahanan berjalan keluar usai pemeriksaan di Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (4/9/2025). Kejaksaan Agung meneta (ANTARA)
Secara rinci, jaksa mengulas pencopotan tersebut dilakukan pada 2 Juni 2020. Nadiem mengganti Direktur SD pada Ditjen PAUDasmen dari Khamim kepada Sri Wahyuningsih; dan Direktur SMP pada Ditjen PAUDasmen dari Poppy Dewi Puspitawati kepada Mulyatsyah.
Di samping itu, penggantian jabatan tersebut juga diikuti dengan penunjukan Mulyatsyah sebagai ketua menggantikan Khamim; dan Sri Wahyuningsih sebagai wakil ketua menggantikan Poppy Dewi Puspitawati.
"Pada tanggal 8 Juni 2020 Hamid Muhammad selaku Plt Dirjen PAUDasmen mengeluarkan Keputusan Nomor: 5190/C.C1/KP/2020 tentang Penetapan Tim Teknis Review Hasil Kajian Tim Teknis Analisis Kebutuhan Alat Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, yaitu menunjuk Mulyatsyah sebagai ketua menggantikan Khamim dan terdakwa Sri Wahyuningsih sebagai wakil ketua menggantikan Poppy Dewi Puspitawati," papar jaksa.
Lebih lanjut, JPU juga mengungkap bahwa Nadiem Makarim pernah memimpin rapat rahasia atau tertutup via Zoom untuk membahas pengadaan laptop Chromebook.
JPU menyebut momen itu terjadi pada 6 Mei 2020. Hari itu, Nadiem Makarim mengundang Jurist Tan, Ibrahim Arief alias IBAM, Fiona Handayani, Anindito Aditomo alias Nino, Hamid Muhammad, dan Totok Suprayitno untuk menghadiri rapat virtual. Ibrahim Arief alias IBAM pun diminta memaparkan presentasi pengadaan TIK menggunakan sistem operasi chrome.
"Adapun undangan rapat zoom meeting tersebut dibuat secara tidak lazim yaitu bersifat tertutup dan rahasia, serta memerintahkan peserta rapat untuk menggunakan headset atau berada di ruangan tertutup yang tidak didengar oleh orang lain," ujar jaksa.
Arsip - Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024 Nadiem Makarim (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai pemeriksaan di Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (4/9/2025). Kejaksaan Agung menetapkan (ANTARA)
Isi rapat tersebut pada intinya memaparkan bahwa Chromebook dengan sistem operasi Chrome, termasuk Chrome Device Management (CDM) atau Chrome Education Upgrade, lebih unggul dibandingkan sistem operasi Windows dalam Single Digital Platform.
“Pada rapat zoom meeting tersebut, peserta rapat tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat dengan posisi video dalam keadaan off kecuali Ibrahim Arief alias IBAM dan rapat zoom meeting tersebut tidak boleh direkam," jelas dia.
Pemilihan Chromebook dengan sistem operasi Chrome untuk Program Digitalisasi Pendidikan nyatanya tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan. Proyek ini juga pernah mengalami kegagalan di tahun 2018.
"Kemudian Nadiem Anwar Makarim menyatakan 'Go Ahead With Chromebook’," kata jaksa.
Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat TIK berupa laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019–2022, Nadiem Makarim, menyapa awak media di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakart (Antara)