A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: Invalid argument supplied for foreach()

Filename: libraries/General.php

Line Number: 87

Backtrace:

File: /www/ntvweb/application/libraries/General.php
Line: 87
Function: _error_handler

File: /www/ntvweb/application/controllers/Read.php
Line: 64
Function: popular

File: /www/ntvweb/index.php
Line: 326
Function: require_once

Menkum Minta Perpol 10/2025 dan Putusan MK 114/2025 Tak Diperdebatkan - Ntvnews.id

Menkum Minta Perpol 10/2025 dan Putusan MK 114/2025 Tak Diperdebatkan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 18 Des 2025, 16:23
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dalam Konferensi Pers Refleksi Akhir Tahun 2025 di Jakarta, Kamis 18 Desember 2025. (ANTARA/HO-Kementerian Hukum RI) Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dalam Konferensi Pers Refleksi Akhir Tahun 2025 di Jakarta, Kamis 18 Desember 2025. (ANTARA/HO-Kementerian Hukum RI) (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas meminta agar Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Nomor 10 Tahun 2025 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 tidak menjadi bahan perdebatan publik.

Menurut Supratman, perbedaan yang ada hanyalah soal cara pandang terhadap Perpol terkait pelaksanaan tugas anggota Polri di luar struktur organisasi Polri, khususnya di 17 kementerian/lembaga, serta putusan MK yang menegaskan anggota Polri yang menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun.

"Seperti saya dengan Prof. Mahfud pun berbeda pandangan kalau terkait dengan apa yang harus dilakukan terhadap sebuah putusan MK. Itu kan biasa saja," ujar Supratman dalam Konferensi Pers Refleksi Akhir Tahun 2025 di Jakarta, Kamis.

Ia menilai perbedaan pendapat merupakan bagian dari demokratisasi dan bukan hal yang negatif. Masalah hanya muncul jika hakim MK telah menyatakan putusan resmi dan menjelaskannya kepada publik, sehingga tak perlu ada tafsir tambahan.

Menkum menegaskan bahwa putusan MK bersifat prospektif atau berlaku di masa depan, bukan mundur, sesuai ketentuan Undang-Undang MK. Selama ini, pemerintah juga tidak memiliki masalah dengan putusan tersebut. Pemerintah sebagai pembuat undang-undang bersama DPR tetap memiliki hak mengusulkan dan membahas rancangan undang-undang, sementara MK menjalankan fungsi koreksinya sebagai lembaga yang disebut “negative legislator.”

Baca Juga: Menkum Siapkan 3 PP Penting Menjelang Penerapan KUHAP Baru

"Sementara MK sebagai lembaga koreksi atau pun yang kita sebut dengan negative legislator, itu tetap bisa menjalankan fungsinya masing-masing," tuturnya.

Sebelumnya, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Mahfud MD menyatakan Perpol Nomor 10 Tahun 2025 bertentangan dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.

"Perpol itu bertentangan dengan konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 (tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, red.) yang menurut putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, anggota Polri jika akan masuk ke institusi sipil, maka harus minta pensiun atau berhenti dari Polri. Tidak ada lagi mekanisme alasan penugasan dari Kapolri," ujar Mahfud saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu 13 Desember 2025.

Mahfud juga menekankan bahwa Perpol tersebut bertentangan dengan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, yang mengatur jabatan ASN dapat diisi oleh anggota TNI atau Polri sesuai ketentuan UU TNI maupun UU Polri.

"UU TNI memang menyebut 14 jabatan sipil yang bisa ditempati anggota TNI, sedangkan UU Polri sama sekali tak menyebut adanya jabatan sipil yang bisa ditempati oleh anggota Polri, kecuali mengundurkan diri atau minta pensiun dari dinas Polri. Jadi, Perpol itu tidak ada dasar hukum dan konstitusionalnya,” kata mantan Ketua MK tersebut menegaskan.

Mahfud menambahkan, hal tersebut menjadi salah apabila Polri menganggap anggotanya sudah menjadi sipil sehingga bisa menempati jabatan sipil di manapun.

(Sumber: Antara)

x|close