Dino Patti Djalal Kritik Menlu Sugiono di Medsos, Sebut Susah Dihubungi dan Tak Responsif

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 22 Des 2025, 20:07
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono menyampaikan pernyataannya dalam agenda Pertemuan Tingkat Menteri APEC di Gyeongju, Korea Selatan. Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono menyampaikan pernyataannya dalam agenda Pertemuan Tingkat Menteri APEC di Gyeongju, Korea Selatan. (Istimewa)

Ntvnews.id, Jakarta - Eks Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Dino Patti Djalal, mengkritik keras Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono. Ada empat hal yang menjadi fokus kritik Dino kepada Sugiono. Jika tak digubris, hal itu dinilai bisa membuat kinerja Sugiono mendapatkan rapor merah dalam sejarah diplomasi Indonesia.

Kritik ini dinyatakan Dino secara terbuka melalui sebuah video pernyataan yang diunggah di akun Instagram miliknya, @dinopattidjalal.

Upaya tersebut dilakukan Dino, usai merasa semua jalur komunikasi langsung dengan Sugiono menjadi buntu selama berbulan-bulan.

"Saya Dino Patti Djalal menyampaikan pesan ini sebagai sesepuh Kementerian Luar Negeri, sebagai pendukung politik luar negeri, sebagai ketua ormas hubungan internasional terbesar di Indonesia dan di Asia, dan juga sebagai rakyat. Saya juga membuat pesan ini sebagai orang yang sudah berkecimpung dalam diplomasi selama 40 tahun, baik dari dalam maupun luar pemerintahan," kata Dino, dikutip Senin, 22 Desember 2025.

Dino berharap Sugiono tak bersikap defensif dan menjadikan masukannya sebagai bahan refleksi serius. Karena, apabila kritiknya tak digubris, dampaknya bisa sangat fatal bagi citra dan efektivitas diplomasi Indonesia di panggung dunia.

"Kalau semua ini tidak dilakukan, maka Kementerian Luar Negeri akan redup, diplomasi Indonesia akan merosot dan Menlu Sugiono akan dicatat sejarah dengan nilai merah," jelas Dino.

Ada pun kritik pertama Dino, terkait minimnya waktu yang diluangkan Sugiono untuk memimpin langsung Kementerian Luar Negeri (Kemlu). Ia menganalogikan Kemlu sebagai mobil Ferrari, institusi terbaik yang diisi oleh talenta diplomatik luar biasa, tapi tak optimal apabila sopirnya jarang berada di belakang kemudi.

"Tapi minimal 50 persen (waktu yang harus dicurahkan Menlu untuk Kemlu) dan kalau bisa 80 persen, alhamdulillah," kata dia.

Menurut Dino, absennya kepemimpinan yang kuat dan hadir secara fisik telah menimbulkan banyak masalah. Banyak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang kebingungan karena tidak mendapat arahan dari pusat. Rapat koordinasi para duta besar bahkan dilaporkan tertunda hampir setahun.

Lebih parah lagi, kata Dino, adanya demoralisasi di kalangan diplomat.

"Banyak diplomat yang kinerjanya drop karena anggarannya diturunkan. Banyak diplomat yang mengalami demoralisasi dan merasa tidak terdorong inisiatifnya karena merasa tidak akan direspons dari atas," jelas Dino.

Bahkan, kata Dino, banyak duta besar yang mengakui sulit menemui Menlu saat mereka pulang ke Indonesia. Situasi ini, kata Dino, sangat berbahaya karena bisa membuat hubungan bilateral Indonesia dengan negara sahabat menjadi tidak seimbang dan lebih banyak disetir oleh negara mitra.

"Masalah ini bisa dianggap sepi sekarang, tapi bisa meledak di kemudian hari," ucapnya.

Kedua, Dino menyoroti gaya komunikasi Sugiono yang dinilai sangat minim, bahkan nyaris bisu kepada publik. Dino pun mengacu pada ajaran menu legendaris Ali Alatas, bahwa politik luar negeri yang kuat dimulai dari dalam negeri. Sehingga, kebijakan luar negeri harus dijelaskan, dipahami, dan didukung oleh rakyatnya sendiri.

"Lihat saja bagaimana Menteri Keuangan Purbaya dalam waktu singkat populer dan dihormati publik, karena Ia rajin sekali memberikan penjelasan mengenai kebijakan keuangan negara," paparnya.

Dino mencatat, dalam setahun terakhir, Menlu belum pernah sekalipun memberikan pidato kebijakan substantif, baik di dalam maupun luar negeri.

Wawancara khusus dengan media untuk membahas isu-isu politik luar negeri pun nihil. Satu-satunya komunikasi publik yang tercatat hanyalah pidato awal tahun yang merupakan tradisi Kemlu.

"Kami tidak ingin Menlu Sugiono mendapatkan predikat sebagai silent minister," kata Dino.

Dino turut mengkritik gaya komunikasi Sugiono yang dominan di Instagram, yang hanya berisi foto dan video tanpa substansi suara atau penjelasan mendalam.

"Kami juga melihat Menlu semakin menjauh dan menutup pintu pada publik untuk urusan hubungan internasional," jelasnya.

Dino lantas menyebut acara Conference on Indonesia Foreign Policy, konferensi politik luar negeri terbesar di dunia yang dihadiri ribuan anak muda.

Tapi, segala upaya untuk mengundang Menlu Sugiono, baik melalui surat, telepon, sampai WhatsApp, sama sekali tidak direspons selama berbulan-bulan.

"Pengalaman saya, menlu negara mana pun, kalau mereka tahu ada konferensi luar negeri di negara mereka, apalagi sebesar ini, yang terbesar di dunia, mereka akan langsung membatalkan agenda lain untuk bertemu semua konstituen mereka," kata dia.

Ketiga, lanjut Dino, ia mempersoalkan sikap Sugiono yang dinilai sangat jauh dan tidak terhubung dengan para pemangku kepentingan hubungan internasional di dalam negeri, termasuk organisasi masyarakat sipil, akademisi dan pengamat.

"Sekarang ini kami sebagai konstituen hubungan internasional merasa Menlu Sugiono jauh sekali dengan kami, tidak komunikatif, tidak responsif, tidak terbuka aksesnya," tuturnya.

Ia mengingatkan prinsip penting yang selalu dipegang para Menlu pendahulunya, yakni "never burn your bridges" atau jangan pernah membakar jembatan penghubung.

Menurut Dino, kepercayaan dan dukungan dari para pemangku kepentingan tidak datang gratis, melainkan harus terus diupayakan secara aktif oleh seorang menteri.

Terakhir, Dino mempertanyakan Menlu Sugiono yang sulit untuk bekerja sama dan merespons inisiatif yang datang dari akar rumput atau organisasi masyarakat sipil di bidang hubungan internasional. Dino menyebut, tugas utama Menlu untuk membantu Presiden Prabowo tidak seharusnya membuatnya memunggungi rakyat.

"Saya paham tugas utama Menlu adalah untuk membantu presiden. tetapi ini tidak berarti memunggungi rakyat. Bahkan dua hal ini sebetulnya saling mendukung. Kalau ada inisiatif dari ormas hubungan internasional, kami berharap Menlu dapat responsif," jelas dia.

Menurut Dino, diplomasi yang sukses adalah hasil gotong-royong antara pemerintah dan masyarakat. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat (AS) itu melihat adanya kontradiksi besar antara seruan pemerintah untuk kerja sama di forum-forum internasional, dengan praktik di dalam negeri yang justru sulit diajak untuk berkolaborasi.

x|close