Ntvnews.id, Jakarta - Nissan Motor Co. mencatat kerugian bersih terbesar dalam seperempat abad terakhir, yakni mencapai Rp74,9 triliun pada tahun fiskal 2025. Penurunan penjualan kendaraan dan merosotnya keuntungan disebut sebagai faktor utama kerugian besar ini.
Dalam upaya membalikkan kondisi tersebut, jajaran manajemen baru Nissan, termasuk CEO Ivan Espinosa, mengumumkan ekspansi rencana restrukturisasi besar-besaran yang ditujukan untuk memulihkan kinerja keuangan perusahaan dan kembali ke jalur laba dalam beberapa bulan ke depan, seperti dilaporkan oleh Drive, dikutip Kamis, 24 Mei 2025.
Langkah-langkah dalam restrukturisasi tersebut mencakup pemutusan hubungan kerja terhadap 11.000 pegawai di berbagai divisi, mulai dari penjualan dan administrasi umum, penelitian dan pengembangan, hingga manufaktur. Jumlah ini menjadi tambahan dari 9.000 PHK yang sebelumnya telah diumumkan.
Nissan juga akan menghentikan operasional tujuh pabrik pada tahun fiskal Jepang 2027, atau bertambah empat pabrik dari jumlah yang disebutkan sebelumnya. Jika rencana ini dijalankan, perusahaan akan menyisakan 10 pabrik yang masih aktif. Namun, belum diungkapkan pabrik mana saja yang akan ditutup.
Baca Juga: Nissan Mau PHK 10.000 Pekerja
Selain itu, produsen mobil asal Jepang tersebut juga akan merevisi strategi pada fasilitas powertrain mereka. Proyek pembangunan pabrik baterai yang sebelumnya direncanakan di Kyushu, Jepang, kini dibatalkan.
Restrukturisasi ini terjadi setelah Nissan mengalami kerugian bersih tertinggi kedua sepanjang sejarah perusahaan, hanya sedikit di bawah kerugian pada tahun 2000 ketika mereka nyaris bangkrut. Kala itu, nasib Nissan berhasil diselamatkan oleh mantan CEO yang kini menjadi buronan, Carlos Ghosn.
“Ini adalah keputusan yang sangat, sangat menyakitkan dan menyedihkan untuk diambil. Kami tidak akan melakukan hal ini jika tidak diperlukan untuk kelangsungan hidup Nissan,” ujar CEO Ivan Espinosa.
Dalam periode 12 bulan yang berakhir pada 31 Maret 2025, penjualan kendaraan Nissan tercatat turun 2,8 persen menjadi 3,35 juta unit. Namun, laba operasionalnya merosot tajam sebesar 88 persen menjadi hanya Rp7,8 triliun.
Baca Juga: Nissan Batalkan Proyek Pabrik Baterai Kendaraan Listrik Senilai Rp18 Triliun
Melalui program pemulihan bertajuk Re:Nissan, perusahaan menargetkan penghematan biaya hingga 500 miliar yen (sekitar Rp56,6 triliun) jika dibandingkan dengan performa tahun fiskal 2024. Nissan berharap bisa kembali mencatat laba operasional antara April 2026 hingga Maret 2027.
Sebagai dampak dari penyesuaian strategi ini, rencana merger dengan Honda dan Mitsubishi yang sempat menjadi sorotan sebelumnya resmi dibatalkan pada awal tahun ini.
Dalam strategi pemangkasan biaya, Nissan menargetkan pengurangan 20 persen pada biaya per jam di divisi R&D, penyederhanaan suku cadang hingga 70 persen, serta memangkas jumlah platform kendaraan dari 13 menjadi hanya tujuh platform pada 2035. Tak hanya itu, durasi pengembangan kendaraan juga ditargetkan untuk dipercepat, dari sebelumnya 37 bulan menjadi 30 bulan.
(Sumber: Antara)