Oleh-oleh COP29, Indonesia Dapat USD 300 Miliar Untuk Atasi perubahan Iklim

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 12 Des 2024, 12:46
Muslimin Trisyuliono
Penulis
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Utusan Khusus Presiden RI Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo/Ist Utusan Khusus Presiden RI Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo/Ist

Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup mensosialisasikan hasil Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29).

Acara tersebut dirangkai dengan Peluncuran Result-Based Contribution-4 (RBC-4) di Jakarta, Selasa, 10 Desember 2024.

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan beberapa capaian utama, yaitu: disepakatinya Baku Climate Unity Pact yang mencakup New Collective Quantified Goal (NCQG) atau komitmen negara maju untuk pendanaan aksi iklim negara berkembang termasuk Indonesia mencapai USD 300 miliar per tahun pada 2035.

"Meski jumlah tersebut masih kurang dari kebutuhan pendanaan iklim sebesar USD 1,3 triliun per tahun pada 2035, terdapat peningkatan dari komitmen sebelumnya sebesar USD 100 miliar per tahun," ucap Hanif.

Baca juga: Hashim Djojohadikusumo Klarifikasi Isu Penutupan PLTU pada 2040

Hasil berikutnya yaitu tercapainya kesepakatan Article 6 of the Paris Agreement mengenai Cooperative Mechanism (Mekanisme Kerjasama) untuk mendukung pemenuhan NDC.

Sebagai tindak lanjut, Indonesia akan mengoptimalkan peluang perdagangan karbon, dengan tetap mengantisipasi potensi terjadinya junk credit melalui penguatan mekanisme kendali nasional dan mengikuti proses di UNFCCC.

Selanjutnya disepakatinya Agenda Loss and Damage (LnD) Fund yang mana beberapa negara maju mencanangkan pendanaan (pledge) sebesar USD 731 juta untuk membantu negara-negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Adapun agenda lain adalah Indonesia bersama Friends of Ocean menginisiasi pernyataan bersama (joint statement) yang mendorong pengarusutamaan hubungan laut (Ocean Climate Nexus) dan iklim, serta integrasi aksi berbasis laut pada NDC (Nationally Determined Contributions).

Utusan Khusus Presiden RI Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo, menyatakan bahwa sikap Pemerintah Indonesia adalah “no complaints and no demands,” yang berarti Indonesia tidak mengeluh maupun menuntut apa pun kepada komunitas internasional. Sebaliknya, Indonesia menawarkan ide-ide dan program untuk mengatasi perubahan iklim.

Ke depan, Indonesia berencana membangun pembangkit listrik dengan kapasitas 103 GW, di mana 75 persena menggunakan energi baru terbarukan, antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Bayu, Pembangkit Listrik Tenaga Air, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (geotermal), dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa.

Baca juga: Hashim Buka-bukaan Investor China hingga India Minat Danai Program 3 Juta Rumah

Selain itu, Indonesia juga berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Alam sehingga tidak ada satu pun yang berasal dari batu bara. Sebagai tambahan, Indonesia ikut menawarkan program Carbon Capture and Storage (CCS) yang saat ini potensinya mencapai 500--700 Gigaton CO2.

"Program lain yang ditawarkan oleh Indonesia adalah kredit karbon sebesar 577 juta Ton CO2e, selain itu  Indonesia menawarkan Kembali 600 juta ton kredit karbon yang saat ini masih dalam tahap verifikasi”, jelas Hashim.

Hashim ikut meluruskan soal sikap Indonesia terhadap pemberitaan yang berkembang mengenai phase-out Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara saat di COP29 di Baku, Azerbaijan.

Ia menegaskan, jika Pemerintah Indonesia tidak akan melakukan phase-out Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara, melainkan hanya akan melakukan phase-down, atau menurunkan jumlah pembangkit listrik tenaga batu bara.

Terakhir, Hashim menyampaikan bahwa Presiden Prabowo telah menyetujui untuk melakukan reforestasi secara masif dan menggiatkan perhutanan sosial.

Baca juga: Hashim Buka-bukaan Investor China hingga India Minat Danai Program 3 Juta Rumah

Selama COP29 Indonesia menjalin kerja sama bilateral dengan sejumlah mitra strategis, antara lain: (1) Peluncuran Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk perdagangan karbon melalui proyek investasi Jepang dengan skema Joint Crediting Mechanism (JCM) yang tercatat dalam Sistem Registri Nasional (SRN) Indonesia, senilai lebih dari USD 10 miliar untuk lebih dari 50 proyek baru. Ke depan akan diupayakan adanya skema MRA yang sama bagi negara-negara lain yang berminat melakukan kerjasama bilateral dalam perdagangan karbon.

(2) kerjasama dengan World Resources Institute untuk membahas kerja sama terkait forest monitoring system. (3) Kerjasama dengan Gold Standard dan LEAF COALITION untuk untuk membahas kerja sama pengakuan standar dan metodologi pasar karbon sukarela.

Kerja sama-kerja sama tersebut diharapkan menjadi landasan kuat bagi aksi iklim Indonesia yang lebih berdampak.

Di sela acara Sosialisasi Hasil COP29, dilakukan peluncuran tahap keempat Result-Based Contribution (RBC-4) yang merupakan hasil kerja sama strategis antara Republik Indonesia dan Kerajaan Norwegia sebagai wujud dukungan internasional terhadap pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) di Indonesia.

Peluncuran tersebut dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, dan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Kruger Giverin.

Dalam RBC-4, Indonesia memperoleh pembayaran sebesar USD 60 juta atas capaian pengurangan emisi gas rumah kaca pada tahun 2019–2020.

Halaman
x|close