Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengguncang industri teknologi dengan kebijakan tarif baru yang menargetkan ponsel pintar.
Dia mengumumkan tarif sebesar 25 persen bagi iPhone yang dijual di Amerika Serikat (AS) jika tidak diproduksi di dalam negeri.
Kebijakan ini diperkirakan akan menghapus sekitar US$70 miliar (sekitar Rp1,13 kuadriliun) dari nilai pasar Apple.
Namun, dampaknya tidak berhenti di situ, Samsung dan produsen smartphone lainnya juga menjadi sasaran.
Dikutip dari Gizmochina, Minggu, 25 Mei 2025, dalam pernyataan di platform Truth Social pada 23 Mei 2025, Trump menyampaikan setiap iPhone yang dijual di AS harus dibuat di negara tersebut, atau akan dikenai tarif tinggi.
Pernyataan itu langsung berdampak pada saham Apple yang turun 2,6 persen, menjatuhkan valuasinya di bawah US$3 triliun (Rp48,78 kuadriliun).
Tak hanya Apple, Trump juga memperluas kebijakan ini kepada semua merek ponsel pintar saat memberikan pengarahan di Gedung Putih, dengan menegaskan, "Jika mereka membangun pabrik di sini, tidak akan ada tarif."
Apple menghadapi tantangan besar, mengingat sebagian besar produksinya saat ini berada di China dan India lewat mitra manufaktur Foxconn.
Infrastruktur yang belum memadai serta biaya produksi dan tenaga kerja yang tinggi di AS membuat relokasi bukan perkara mudah.
Menurut analisis dari Wedbush Securities, iPhone buatan AS bisa saja dijual dengan harga mencapai US$3.500 (Rp56,91 juta), lebih dari tiga kali lipat harga iPhone 16 Pro saat ini.
Samsung dan berbagai produsen dari China juga berada dalam posisi sulit. Agar tetap bersaing di pasar AS, mereka perlu mempertimbangkan investasi besar dalam fasilitas produksi domestik, dengan konsekuensi kemungkinan lonjakan harga serupa.
Kebijakan ini merupakan bagian dari agenda "America First" yang kembali digaungkan Trump, sejalan dengan langkah serupa pada 2019 saat dia mendorong produksi Mac Pro Apple di Texas.
Namun, gangguan rantai pasokan global dan ketergantungan pada komponen dari Asia, yang menyumbang sekitar 70 persen dari bagian smartphone menurut Counterpoint Research, bisa memicu keterlambatan produksi dan kenaikan biaya secara menyeluruh.
Kini, pertanyaan besar yang menggantung, apakah Apple dan Samsung akan benar-benar memboyong produksi ke AS, atau justru membebankan tarif baru ini kepada konsumen?
Jawabannya mungkin akan terlihat seiring perkembangan pembicaraan perdagangan ke depan.