Ntvnews.id, Jakarta - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pengamanan Zat Adiktif, khususnya pasal-pasal yang mengatur peredaran produk tembakau, menuai kritik dari anggota dewan. Salah satunya datang dari Partai Gerindra yang menilai aturan ini bisa berdampak negatif pada sektor industri hasil tembakau (IHT) dan berpotensi bertentangan dengan arah kebijakan Presiden Prabowo Subianto.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono, menyatakan bahwa sejumlah ketentuan dalam PP 28/2024 layak untuk ditinjau kembali karena dirasa menimbulkan beban berat bagi banyak pihak, termasuk petani tembakau, pekerja, pedagang, hingga konsumen.
"Dengan adanya aturan-aturan baru dalam PP 28/2024 yang dibuat pada masa pemerintahan sebelumnya, banyak persyaratan yang justru makin memberatkan konsumen perokok dan juga pedagang rokok itu sendiri," ujar Bambang dalam keterangannya, Kamis, 24 Juli 2025.
Ia mengingatkan bahwa peraturan tersebut bisa memicu dampak ekonomi yang serius, termasuk meningkatnya pengangguran serta masalah sosial lainnya. Ia menyoroti pentingnya kontribusi industri tembakau terhadap penerimaan negara.
"Kalau ini hancur dan industri tembakau ini hancur, duit Rp200 triliun lebih ini yang seharusnya diterima oleh negara terus larinya ke mana? Saya rasa akan berkurang sedemikian besar, kita bisa defisit anggaran," kata Bambang, yang juga menjabat sebagai Dewan Pakar DPP Partai Gerindra.
Bambang juga menyinggung bahwa tekanan terhadap industri tembakau semakin besar karena kebijakan cukai yang dianggap tak berpihak pada pelaku industri. Ia memberi contoh berhentinya pembelian tembakau oleh perusahaan besar seperti Gudang Garam dan Nojorono di Temanggung, Jawa Tengah, sejak tahun lalu.
"Kalau dibiarkan, itu yang di Kediri pendapatan per kapitanya tertinggi di Jawa Timur bisa hancur. Kalau hancur, Jawa Timur akan terkena dampaknya. Tentu akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur,” ucapnya.
Ia mengingatkan bahwa pendekatan kebijakan harus mempertimbangkan keseimbangan antara aspek kesehatan masyarakat dan keberlanjutan ekonomi. Menurutnya, edukasi kepada masyarakat jauh lebih efektif dibanding pendekatan regulasi yang represif.
"Yang kita harapkan ada keseimbangan antara kepentingan yang ini (kesehatan) dengan kepentingan yang itu (perekonomian). Jangan sampai tidak terjadi keseimbangan. Saya pikir PP 28/2024 perlu evaluasi ulang, evaluasi ulang aturannya kalau betul dipertimbangkan semua aspek," katanya.
Sikap serupa juga tercermin dari pernyataan resmi Partai Gerindra melalui akun X dan situs web resminya. Partai ini menyebut bahwa sejumlah ketentuan dalam PP tersebut—seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari fasilitas pendidikan dan larangan penayangan iklan rokok di ruang publik dalam radius 500 meter dari sekolah dan tempat bermain anak—terlalu membatasi ruang gerak pelaku usaha.
Gerindra menilai ketentuan ini tidak sejalan dengan visi Presiden Prabowo yang menempatkan penguatan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja sebagai prioritas utama pemerintahannya.