Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan bahwa kandungan cesium-137 (Cs-137) pada produk udang yang sempat ditolak Amerika Serikat masih jauh di bawah batas aman menurut standar nasional maupun internasional.
Deputi Penegakan Hukum KLH/BPLH, Irjen Pol Rizal Irawan, menyampaikan bahwa hasil uji dari otoritas AS menunjukkan kadar Cs-137 berkisar antara 60–114 Bq/kg. Sementara ambang batas di Indonesia adalah 500 Bq/kg, dan Food and Drug Administration (FDA) AS menetapkan 1.200 Bq/kg.
“Meskipun jauh di bawah standar, negara tetap hadir untuk memastikan keamanan pangan ekspor,” ujar Rizal di Kabupaten Serang, Kamis, 11 September 2025.
Rizal menekankan bahwa keberadaan kontaminasi tetap menjadi perhatian karena terdeteksi di fasilitas pengolahan.
Baca Juga: KLH Telusuri Dugaan Sumber Radiasi di Kawasan Industri Cikande
“Pertanyaan awal, di mana kok bisa udang ini terkontaminasi? Hasil pemeriksaan menunjukkan ada paparan di alat produksi,” katanya.
Dia menambahkan bahwa pemeriksaan masih dilakukan terhadap beberapa perusahaan, termasuk PT Peter Metal Technology (PMT) dan PT NAC, yang diduga terkait dengan sumber paparan.
“Kita masih mengumpulkan alat bukti dan memeriksa saksi, belum pada tahap penetapan tersangka,” jelas Rizal.
KLH juga menegaskan bahwa proses penegakan hukum dilakukan secara lintas sektor. Bareskrim Polri menangani aspek pidana, sementara KLH fokus pada pelanggaran lingkungan hidup sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Penegakan hukum perdata juga dimungkinkan jika terbukti adanya kerugian lingkungan.
Baca Juga: Polisi Tangkap Penganiaya Wartawan-Staf KLH, Pelaku Sekuriti Pabrik
Tim gabungan KLH, Polri, BRIN, dan BAPETEN (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) menemukan laju dosis radiasi di salah satu pabrik pengolahan logam bekas di kawasan industri Cikande berada pada kisaran 0,3–0,5 mikrosievert per jam, lebih tinggi dari kondisi normal 0,1 mikrosievert per jam.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa pemasangan garis pengawasan lingkungan di area terdampak dilakukan sebagai langkah cepat.
“Investigasi ini menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam melindungi masyarakat dari risiko radiasi,” kata Hanif.
Pemerintah menekankan bahwa upaya pengawasan ini tidak hanya untuk menjaga keamanan pangan ekspor, tetapi juga untuk memastikan perlindungan kesehatan masyarakat dan stabilitas lingkungan jangka panjang.
(Sumber: Antara)