Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa merespons kritik ekonom senior Didik Junaidi Rachbini terkait penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di Himpunan Bank Negara (Himbara).
Purbaya menyampaikan bahwa kebijakan yang diambil Kementerian Keuangan tidak melanggar hukum.
Dalam hal ini, dirinya pun telah berkonsultasi dengan Pakar perundang-undangan Lambock V Nahattands.
"Pak Didik salah undang-undangnya. Saya tadi ditelepon Pak Lambok, ahli undang-undang kan. Dia bilang sama saya, Pak Didik salah. Dan hal ini pernah dilakukan sebelumnya," ucap Purbaya, Selasa 16 September 2025.
Baca juga: Menkeu Purbaya Sebut Dana Rp200 Triliun Bisa Disalurkan Sesuai Kreativitas Perbankan
"Ini bukan perubahan anggaran, ini hanya uang kita dipindahkan saja. Enggak ada yang salah, saya sudah konsultasi juga dengan Pak Lambok dan ahli-ahli hukum di Kemenkeu,” sambungnya.
Purbaya mencontohkan bahwa kebijakan serupa pernah diterapkan di masa lalu tanpa menimbulkan masalah hukum.
"Dulu pernah dijalankan, tahun 2008, bulan September. 2021, bulan Mei, nggak ada masalah setiap hukum. Jadi Pak Didik harus belajar lagi kelihatannya,” bebernya.
Sebelumnya, Ekonom dan Guru Besar Universitas Paramadina, Didik J Rachbini menilai kebijakan yang diambil Menkeu Purbaya melanggar konstitusi, Undang-Undang Keuangan Negara, hingga Undang-Undang APBN.
Menurutnya setiap alokasi anggaran negara harus melalui mekanisme legislasi bersama DPR, bukan keputusan sepihak eksekutif.
“Alokasi anggaran negara tidak bisa dijalankan atas perintah menteri atau perintah Presiden sekalipun. Pejabat-pejabat negara tersebut harus taat aturan menjalankan kebijakan sesuai rencana kerja pemerintah (RKP). Tidak ada tiba-tiba program datang nyelonong di tengah-tengah semaunya,” ucap Didik.
Baca juga: Menkeu Purbaya Sindir Direksi Bank: Malas Salurkan Kredit, Sabtu-Minggu Main Golf
Adapun potensi pelanggaran terhadap UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 22 ayat 4, 8, dan 9, yang membatasi penempatan dana pemerintah di bank umum hanya untuk operasional APBN, bukan untuk program yang belum diatur dalam undang-undang.
Oleh karena itu, ia meminta Presiden Prabowo Subianto menghentikan kebijakan tersebut agar tidak menjadi preseden buruk dalam pengelolaan anggaran publik.