Inovasi Fiskal Purbaya Dinilai Bisa jadi Motor Sektor Riil RI

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 21 Sep 2025, 18:58
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Adiantoro
Editor
Bagikan
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat menyampaikan keterangan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 19 September 2025. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat menyampaikan keterangan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 19 September 2025. (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menilai langkah Menteri Keuangan (Menkeu) baru, Purbaya Yudhi Sadewa, yang berani mengalihkan dana idle pemerintah dari Bank Indonesia ke bank umum, adalah inovasi fiskal yang patut mendapat apresiasi luas.

Menurutnya, kebijakan ini tidak bisa dipandang sekadar urusan bunga 4% atau instrumen teknis moneter, melainkan sinyal bahwa pemerintah berkomitmen menghadirkan terobosan nyata bagi rakyat dan dunia usaha.

"Kita harus mendukung keberanian Menteri Purbaya yang mencari jalan baru untuk menambah pendapatan negara. Namun, dukungan ini juga harus disertai rambu tata kelola agar manfaatnya nyata bagi sektor riil dan konstitusi tetap terjaga,” tegas Haidar Alwi, Minggu, 21 September 2025.

Menurut Haidar Alwi, strategi yang ditempuh Purbaya Yudhi Sadewa membuka peluang besar bagi negara untuk mengoptimalkan dana yang selama ini hanya mengendap di Bank Indonesia tanpa menghasilkan imbal hasil.

Dengan menempatkannya di bank umum, negara bukan hanya memperoleh tambahan pendapatan bunga, tetapi juga mengirimkan pesan kuat bahwa setiap rupiah harus bekerja lebih produktif untuk kepentingan rakyat.

Haidar Alwi menekankan, langkah ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam membangun kemandirian fiskal. Negara yang berdaulat harus mampu mengelola likuiditasnya secara cerdas, bukan sekadar membiarkannya diam di neraca.

Haidar Alwi menyebut, strategi ini bisa menjadi game changer bila dirancang dan dieksekusi dengan baik.

“Kebijakan ini adalah gebrakan yang menandai babak baru fiskal kita. Negara mendapat bunga, bank memperoleh likuiditas tambahan, dan sektor riil berpeluang lebih besar mendapatkan kredit produktif. Semua pihak mendapat energi baru,” jelas Haidar Alwi.

Dengan kapasitas fiskal yang diperkuat, pemerintah juga memiliki ruang lebih besar untuk mendukung program prioritas: memperkuat ketahanan pangan, memberi subsidi tepat sasaran, membangun infrastruktur strategis, hingga menopang UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi rakyat.

Menurut Haidar Alwi, dana yang tadinya tidak bergerak kini bisa menjadi mesin pertumbuhan yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat.

Meski optimis, Haidar Alwi tetap mengingatkan bahwa setiap inovasi membutuhkan rambu yang jelas. Haidar Alwi menyoroti bahwa permintaan bunga 4% harus diimbangi dengan desain instrumen yang fleksibel agar tidak membebani perbankan.

Tanpa desain itu, bank akan tertekan oleh biaya dana tinggi dan sulit menurunkan bunga kredit bagi UMKM. Ada beberapa saran yang ia ajukan, yakni:

1. Tiered rate: bunga fleksibel, di mana porsi dana yang disalurkan ke sektor produktif mendapat bunga lebih rendah.

2. Holding period jelas: ubah sifat on call menjadi tenor minimal 3-6 bulan agar bank berani menyalurkan kredit jangka menengah-panjang.

3. Koordinasi elegan dengan BI: kebijakan fiskal tidak boleh menimbulkan kesan intervensi yang mengurangi independensi bank sentral.

"Kebijakan Menteri Purbaya sudah tepat arahnya, tapi kita bantu dengan saran teknis. Kalau bunga bisa dibuat fleksibel dan tenornya jelas, maka sektor riil bisa merasakan langsung manfaatnya," jelas Haidar Alwi.

Aspek hukum juga tidak boleh dilupakan. Saldo Anggaran Lebih (SAL) adalah amanah rakyat, dan penggunaannya harus sesuai mekanisme APBN. Prinsip substance over form dalam audit mengajarkan bahwa bila dana sudah dialokasikan substansinya, maka legitimasi DPR harus tetap ada.

Baca Juga: Pemerintah Mau Tarik Dolar Punya WNI di Luar Negeri, Menkeu Purbaya Siapkan Insentif

Haidar Alwi menilai, mekanisme ini bukan untuk menghambat, melainkan untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, dan legitimasi konstitusional kebijakan fiskal.

Haidar Alwi juga mengingatkan agar pemerintah tidak melupakan pelajaran sejarah. Tahun 1988, Paket Oktober (Pakto 88) memberi relaksasi likuiditas secara besar-besaran tanpa rambu kehati-hatian.

Akibatnya, BMPK dilanggar, sektor keuangan penuh risiko, dan pada akhirnya krisis moneter 1998 pun tak terhindarkan.

"Kita jangan hanya mengulang cerita indah masa lalu, tapi harus belajar dari krisis 1998. Dengan kepemimpinan Presiden Prabowo dan keberanian Menteri Purbaya, ditambah tata kelola yang bijaksana, langkah ini justru bisa jadi titik balik," tegas Haidar Alwi.

Haidar Alwi menekankan bahwa keberhasilan inovasi fiskal Purbaya Yudhi Sadewa hanya akan terwujud bila benar-benar menyentuh sektor riil. UMKM, koperasi, dan dunia usaha produktif harus menjadi penerima manfaat utama.

Untuk itu, ia menawarkan jalan tengah yang konstruktif:

Skema jaminan terbatas: negara bisa memberikan credit guarantee pada sebagian risiko kredit UMKM agar bank lebih berani menyalurkan pembiayaan.

Pilot project terbatas: mulai dari Rp10-20 triliun di beberapa klaster ekonomi, kemudian dievaluasi setiap triwulan, sebelum diperluas secara nasional.

Pengawasan lintas lembaga: Kemenkeu, BI, OJK, dan BPKP harus saling melengkapi, agar tidak terjadi moral hazard maupun lepas tangan bila ada kredit macet.

Fokus pada target riil: indikator utama bukan hanya besaran bunga yang masuk ke APBN, melainkan jumlah kredit produktif yang tersalur, tenaga kerja yang terserap, serta UMKM yang naik kelas.

Dengan cara ini, inovasi fiskal tidak berhenti pada wacana, melainkan benar-benar menjadi motor pertumbuhan sektor riil.

Haidar Alwi menegaskan bahwa inovasi fiskal yang dijalankan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa adalah langkah berani yang patut didukung penuh. Namun dukungan itu, menurutnya, tidak boleh berhenti pada apresiasi, melainkan harus diwujudkan dalam rambu teknis, tata kelola hukum, serta mekanisme pengawasan yang kuat.

Dengan begitu, kebijakan ini akan benar-benar menjadi motor sektor riil, bukan sekadar permainan diksi.

Optimisme harus dijaga. Dengan kombinasi kepemimpinan Presiden Prabowo, inovasi fiskal Menteri Purbaya, partisipasi DPR, dan kesiapan bank-bank nasional, Indonesia bisa membuktikan bahwa krisis masa lalu adalah pelajaran berharga, bukan kutukan.

"Negara perlu menambah pendapatan, rakyat perlu kredit murah, dan semua itu bisa dicapai bila pemerintah, DPR, BI, dan perbankan bekerja dalam semangat yang sama. Itulah arah kebijakan baru ini, itulah jalan kebangkitan kita," pungkas Haidar Alwi.

x|close