Tak Ada Kenaikan Cukai Rokok 2026, Pemerintah Didorong Perkuat Pengawasan dan Efisiensi Industri

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 23 Okt 2025, 19:36
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi Industri Hasil Tembakau Ilustrasi Industri Hasil Tembakau (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menahan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) pada tahun 2026 mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan.

Kebijakan tersebut dipandang sebagai langkah strategis yang menunjukkan fleksibilitas fiskal pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan penerimaan negara dan keberlanjutan sektor industri hasil tembakau (IHT).

Langkah ini dianggap mampu memberikan ruang bernapas bagi industri padat karya seperti sektor tembakau yang melibatkan jutaan tenaga kerja, petani, dan pelaku usaha. Dalam beberapa tahun terakhir, sektor ini menghadapi tekanan berat akibat serangkaian kenaikan tarif cukai dan turunnya daya beli masyarakat.

Kepala Laboratorium Departemen Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Kun Haribowo, menilai keputusan tersebut sebagai bentuk kebijakan fiskal yang adaptif karena tidak hanya berorientasi pada peningkatan penerimaan negara semata.

Baca Juga: Sekadarnya Larangan Merokok: Antara Regulasi, Kesadaran, dan Budaya

“Kebijakan fiskal yang tidak kaku dalam mengejar penerimaan negara. Hal lain juga dipertimbangkan seperti stabilitas industri padat karya, potensi inflasi dari kenaikan harga rokok, serta memberikan space bagi industri hasil tembakau dan petani tembakau di tengah daya beli masyarakat yang menurun,” ujar Kun dalam keterangannya, Kamis, 23 Oktober 2025.

Ia menjelaskan bahwa penundaan kenaikan tarif cukai tetap memungkinkan pemerintah menjaga target penerimaan negara dari tahun ke tahun, sekaligus memberi waktu bagi industri untuk memperkuat daya saingnya. Menurutnya, kebijakan moratorium juga menjadi momentum penting untuk menata ulang struktur tarif agar lebih efektif dan berkeadilan.

“Kebijakan moratorium tarif cukai bukan hanya memberi ruang bagi industri, tetapi juga membuka kesempatan untuk merancang kebijakan fiskal yang lebih seimbang antara kepentingan penerimaan negara dan keberlanjutan sektor usaha,” tambah Kun.

Sementara itu, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan, menyambut baik keputusan Menteri Keuangan Purbaya. Ia menilai kebijakan tersebut merupakan langkah penyelamatan yang sangat dibutuhkan oleh industri tembakau, terutama di tengah menurunnya kapasitas produksi dan penyusutan jumlah tenaga kerja.

Baca Juga: Siswa yang Merokok di SMAN 1 Cimarga Minta Maaf ke Kepala Sekolah

“Situasi IHT saat ini sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan stimulus fiskal sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014. Itu bisa menjadi jalan keluar dari pemerintah. Apa yang dilakukan oleh Pak Purbaya sudah tepat,” ungkap Henry.

Ia menegaskan bahwa kebijakan moratorium tarif cukai dapat menjaga keberlanjutan usaha dan mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja di industri yang padat karya ini.

Dukungan juga datang dari mantan Menteri Perindustrian sekaligus Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perindustrian, Saleh Husin. Ia menilai keputusan pemerintah tersebut tidak hanya penting bagi stabilitas ekonomi nasional, tetapi juga bagi kesejahteraan petani tembakau yang selama ini menjadi bagian dari rantai produksi industri hasil tembakau.

“Industri padat karya dari cukai ini harus tetap diselamatkan. Apalagi dalam situasi ekonomi seperti sekarang, kita masih membutuhkan penerimaan dari cukai. Tidak bisa tidak. Kita juga harus melihat saudara-saudara kita, para petani tembakau, termasuk keluarganya yang jumlahnya begitu besar. Jadi memang harus ada keseimbangan,” pungkas Saleh.

x|close