Ntvnews.id, Jakarta - Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, khususnya jurnalis dan pegiat media.
Sejumlah pasal dalam draf Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran atau RUU Penyiaran menuai polemik. Dokumen tertanggal 27 Maret 2024 itu dikritik karena ada pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers dan menyinggung juga platform digital.
Hal sebagaiman terlihat pada draft RUU penyiaran Pasal 8 (1) point h yang berbunyi “melakukan verifikasi identifikasi Konten Siaran Penyelenggara Platform Digital Penyiaran”
Perbincangan Polemik RUU dan Platform Digital Penyiaran
Ilustrasi Pers (Istimewa)
Dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran, terdapat dua aspek yang mendapat perhatian utama, yaitu entitas penyiaran dan platform digital. Entitas penyiaran meliputi stasiun TV swasta, televisi berlangganan, dan televisi komunitas.
Sementara platform digital adalah konsep baru yang bisa saja memungkinkan nantinya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memperluas cakupan ke ranah digital.
Banyak perbincangan di masyarakat mengasosiasikan platform digital penyiaran dengan aplikasi streaming mainstream yang populer seperti Netflix, Vidio dan Viu,