Menurutnya, pemilihan tersebut adalah langkah lanjutan untuk melemahkan KPK setelah revisi UU KPK melalui UU 19/2019.
"Pilihan DPR atas 5 pimpinan KPK yang memiliki patronase organisasi dan patronase personal hirarkial pada lembaga-lembaga pemerintahan, menegaskan skenario mantan Presiden Jokowi, yang membentuk Panitia Seleksi dan memilih 10 pilihan calon dan mengirimkannya ke DPR RI, untuk menyempurnakan pelemahan KPK sebagaimana UU 19/2019," jelasnya.
Pentingnya perwakilan masyarakat sipil dalam menjaga independensi KPK, menurut Hendardi, sama sekali tidak dipertimbangkan oleh DPR. Padahal, peran ini seharusnya menjadi variabel kunci dalam menjaga integritas dan kredibilitas lembaga anti-korupsi tersebut.
“Representasi calon perwakilan masyarakat sipil sebagai penanda dan variabel penjaga independensi KPK sama sekali tidak ditimbang oleh DPR sebagai ikhtiar minimal menjaga independensi KPK,” kata Hendardi.
Dengan hadirnya pimpinan KPK yang berasal dari lembaga negara yang sama-sama memiliki peran dalam sistem pemerintahan, Hendardi memperkirakan bahwa formula kepemimpinan ini akan kesulitan dalam mendapatkan kepercayaan publik.
Menurutnya, hanya akan ada peragaan permukaan dan basa-basi dalam pemberantasan korupsi, yang lebih berfungsi untuk menghibur publik agar tetap mau membayar pajak. Ia menambahkan,
"Formula kepemimpinan KPK semacam ini akan sulit mendapat kepercayaan publik, kecuali peragaan permukaan dan basa-basi pemberantasan korupsi untuk menghibur rakyat agar tetap mau membayar pajak," tambahnya.