Selain itu, pada akhir tahun 2022 saya pernah dicabut statusnyn dari kepesertaan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan 79 Gelombang 1 beberapa hari sebelum pelantikan sekalipun nilai akademik saya peringkat 3 di Kelas I hanya karena saya mengirimkan surat kepada Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia agar melakukan pengawasan terhadap Jaksa Agung Muda Pembinaan supaya penempatan Calon Jaksa setelah dinyatakan lulus dan dilantik menjadi Jaksa agar bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Selanjutnya, pada bulan Februari 2023 saya pernah hampir mati tenggelam di tengah laut Teluk Tomini ketika kapal speedboat yang saya naiki bersama 6 (enam) orang rekan kerja lainnya diterjang ombak setinggi 5-7 meter selama kurang lebih 3 (tiga) jam pada saat akan melaksanakan program Jaksa Masuk Sekolah (JMS) di SMA I Una Una di Kecamatan Wakai Kepulauan Togean Kabupaten Toje Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah.
Kemudian pada akhir tahun 2023 tepatnya di bulan Oktober saya harus mengalami kekecewaan yang sangat mendalam ketika saya dinyatakan tidak diperkenankan mengikuti seleksi 10 besar peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan 80 Gelombang 1 terbaik yang berhak memperoleh hak untu memilih penempatan kerja selanjutnya sekalipun nilai akademik saya tertinggi di Kelas III (selisih sekitar 120 poin dengan peringkat kedua di kelas) hanya karena saya mengkritik tegas agar seorang peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) yang telah terbukti mengidap gangguan kejiwaan setelah dilakukan pemeriksaan secara mendalam atas perintah Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Fungsional supaya dicabut status kepesertaannya terlepas siapapun Pejabat di belakang seorang tersebut yang selama ini memback up hingga dapat memperoleh penempatan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan lolos medical check up Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan 80 Gelombang 1.
Mirisnya, pada tahun 2024 ini saya malah mengalami upaya kriminalisasi penuh intervensi dan intrik jahat untuk menghancurkan nama baik dan karir saya di Kejaksaan hanya karena saya mengkritik penggunaan mobil dinas Pajero Sport Kepala Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan agar tidak disalahgunakan dan atau supaya tidak digunakan oleh pegawai yang tidak berhak. Bahkan betapa jahatnya Siti Holija Harahap yang merupakan adik kandung dari bapak Babul Khoir Harahap (Wakil Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia) terlihat jelas ingin meughancurkan karir saya di Kejaksaan Republik Indonesia malah melaporkan saya ke Asisten Pengawasan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara agar saya direkomendasikan kepada Jaksa Aging Muda Pengawasan supaya kemudian diusulkan kepada bapak Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin agar saya dipecat dari Kejaksaan Republik Indonesia dengan klaim jahat bahwa telah terjadi perbuatan indisipliner saya tidak masuk kerja selama 29 hari secara akumulasi dalam setahun.
Padahal pada bulan Februari 2024 saya pernah memperoleh Cuti Tabunan selama 5 (lima) hari untuk berjuang di Mahkamah Konstitusi menutup celah hukum bagi anggota dan/atau pengurus partai politik diangkat menjadi Jaksa Agung tetapi Siti Holija Harahap bersama Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan dengan dalth ingin membatalkan Surat Cuti Tahunan yang telah diterbitkan sebelumnya malah turut serta melakukan illegal access terhadap akun kepegawaian (MySimkari) saya kerraadian membuat dokumen elektronik berupa formulir permohonan Cuti (fiktif) dengan membubuhkan Tanda Tangan Elektronik (TTE) saya tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan saya selaku pemilik akun Aus berbagai perbuatan sewenang-wenang tersebut setelah melakukan perenungan yang sangat panjang akhireya saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Kejaksaan Republik Indonesia. Karena sangat wujar apabila saya kecewa atas perlakuan jahat dengan tidak menggunakan hati nurani dari pimpinan Kejaksaan Republik Indonesia yang ingin sekali mengkriminalisasi dan melakukan pemecatan terhadap saya.
Padahal saya ini telah menunjukan keintaan saya terhadap insutasi Kejaksaan Republik Indonesia dengan bukti konkret selama 3 (tiga) tahun sejak masih berstatus Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) berjuang di Mahkamah Konstitusi mengajukan Uji Materi UU KEJAKSAAN untuk membebaskan Kejaksaan dari belenggu rasa cemas dan takut dipimpin oleh Jaksa Agung yang berasal dari anggota dan/atau pengurus partai politik. Semua biaya operasional perjuangan tersebut lebih dari Rp 70.000.000,- (Tujuh Puluh Juta Rupiah) saya habiskan dari tabungan pribadi saya.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-XXII/2024 merupakan bukti kecintaan saya terhadap institusi Kejaksaan Republik Indonesia yang sampai kapanpun tidak dapat terhapuskan dari sejarah penegakan hukum di Indonesia bahwa memang hanya saya yang berani dan berhasil berjuang menutup celah hukum dalam UU KEJAKSAAN bagi anggota atau pengurus partai politik diangkat menjadi Jaksa Agung demi terwujudnya independensi Kejaksaan Republik Indonesia dalam melakukan penegakan hukum khususnya berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi.