Selain itu, ada alat bukti lain berupa hasil visum korban, saksi dari rekan korban dan tersangka maupun pemilik sebuah penginapan.
Alat bukti juga dikuatkan dengan keterangan ahli psikologi dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).
Dalam berkas, penyidik turut menguraikan modus tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tunadaksa dalam melakukan perbuatan pidana asusila terhadap korban. Modus tersebut dilakukan dengan mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi sikap dan psikologi korban.
Sehingga dalam berkas, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
(Sumber: Antara)