Tak Ada Pewaris Lagi, Pangeran Kekaisaran Jepang Belum Mau Nikah

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 7 Mar 2025, 05:00
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
 Pangeran Hisahito Pangeran Hisahito (AFP)

Ntvnews.id, Tokyo - Pangeran Hisahito, yang kini berusia 18 tahun dan merupakan salah satu pewaris takhta Kekaisaran Jepang, menyatakan bahwa pernikahan bukanlah prioritasnya saat ini.

Dilansir dari AFP, Jumat, 7 Maret 2025, sebagai satu-satunya putra dari Putra Mahkota Akishino (59) dan Putri Mahkota Kiko (58), Hisahito adalah keponakan Kaisar Naruhito (65) dan memiliki posisi penting dalam garis suksesi kekaisaran. Namun, ia merasa masih terlalu dini untuk memikirkan pernikahan.

"Soal pernikahan, saya belum memikirkan secara mendalam kapan waktu yang tepat atau siapa pasangan ideal saya," ujarnya kepada wartawan.

Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran mengenai masa depan monarki Jepang, yang bergantung pada garis keturunan laki-laki. Saat ini, aturan kekaisaran hanya mengizinkan pria untuk mewarisi takhta.

Baca Juga: Pelaku Percobaan Pembunuhan PM Jepang Ajukan Banding

Selain itu, perempuan dari keluarga kekaisaran akan kehilangan status bangsawan jika menikah dengan rakyat biasa, sehingga anak-anak mereka juga tidak akan memiliki gelar kerajaan.

Kondisi ini membuat masa depan kekaisaran semakin tidak pasti, terutama karena Putri Aiko (23), putri tunggal Kaisar Naruhito, tidak dapat menjadi penerus takhta akibat aturan gender dalam suksesi.

Konferensi Pers Perdana Pangeran Hisahito

Dalam konferensi pers pertamanya—yang tidak dihadiri media asing—Hisahito berbagi tentang hobinya, seperti mengamati serangga dan tanaman, serta menanam sayuran dan padi. Ia juga menyoroti kekhawatirannya terhadap dampak perubahan iklim pada kehidupan masyarakat.

"Saya merasa gugup berbicara di depan Anda semua," ucapnya.

Selain itu, Hisahito mempertimbangkan kemungkinan melanjutkan pendidikan di luar negeri, mengikuti jejak beberapa anggota keluarganya. Ia menegaskan tekadnya untuk menjalankan tugas sebagai bagian dari keluarga kekaisaran sebaik mungkin.

"Sebagai anggota muda keluarga kekaisaran, saya bertekad untuk menjalankan peran saya," katanya.

Masa Depan Kekaisaran Jepang

Kekaisaran Jepang, yang menurut legenda telah berdiri selama lebih dari 2.600 tahun, kehilangan status ketuhanannya setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II. Sejak saat itu, posisi kaisar hanya bersifat simbolis tanpa kekuasaan politik.

Kaisar Emeritus Akihito, yang turun takhta pada 2019 karena usia dan kesehatannya, dikenal berjasa dalam memodernisasi institusi kekaisaran.

Pada 2024, parlemen Jepang mulai membahas kemungkinan perubahan aturan suksesi agar monarki dapat bertahan. Sebuah survei dari Kyodo News menunjukkan bahwa 90 persen masyarakat Jepang mendukung perempuan sebagai pewaris takhta.

Baca Juga: DPR Setuju Hibah Kapal Patroli dari Jepang

Perdana Menteri Shigeru Ishiba menekankan pentingnya menjaga stabilitas jumlah anggota keluarga kekaisaran, menyebut isu ini sebagai "masalah mendesak" pada Oktober lalu.

Namun, wacana reformasi menghadapi penolakan dari kelompok konservatif yang menganggap keluarga kekaisaran sebagai simbol sistem patriarki Jepang.

Pada Oktober, sebuah komite PBB merekomendasikan agar Jepang memberikan kesetaraan gender dalam suksesi takhta, seperti yang telah diterapkan di banyak monarki lain.

Pemerintah Jepang menolak rekomendasi tersebut dengan alasan bahwa suksesi kekaisaran bukanlah isu hak asasi manusia atau diskriminasi gender. Bahkan, pada Januari, Jepang menghentikan pendanaan untuk komite hak perempuan PBB dan menangguhkan kunjungan salah satu anggotanya sebagai bentuk protes terhadap usulan tersebut.

x|close