Wamenlu: Kekosongan Duta Besar RI Tak Ganggu Negosiasi Tarif AS

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 7 Apr 2025, 18:00
thumbnail-author
Katherine Talahatu
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno di Jakarta Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno di Jakarta (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arif Havas Oegroseno, menegaskan bahwa kekosongan posisi duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat (AS) tidak akan memengaruhi kelancaran negosiasi terkait kebijakan tarif AS.

Ia juga menyebutkan bahwa tim delegasi yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memiliki kemampuan untuk melaksanakan negosiasi pada pertemuan tingkat tinggi dengan AS, mengingat posisi mereka setara dengan menteri.

“Ya kita kan kalau begini (proses negosiasi) udah high level (pertemuan tingkat tinggi) ya,” kata Havas usai konferensi pers di Jakarta, Senin, 7 April 2025.

Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arif Havas Oegroseno, menjelaskan bahwa kursi duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat masih kosong karena adanya pergantian pemerintahan. Meski demikian, ia percaya proses negosiasi akan tetap berjalan dengan baik. Havas juga menambahkan bahwa masih terlalu awal untuk memprediksi hasil akhir dari negosiasi terkait tarif AS. 

Baca juga: Prabowo Lantik 31 Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI

Pemerintah Indonesia telah menyiapkan beberapa paket negosiasi untuk menghadapi kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan oleh AS di Washington D.C. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menekankan bahwa jalur diplomasi dipilih sebagai cara yang saling menguntungkan tanpa perlu mengambil tindakan balasan terhadap kebijakan tarif tersebut.

Selain itu, pada 10 April 2025, Pemerintah Indonesia akan mengadakan pertemuan dengan para pemimpin negara-negara ASEAN untuk menyepakati langkah bersama sebelum melanjutkan pembicaraan dengan AS. 

“Indonesia sendiri akan mendorong beberapa kesepakatan dan dengan beberapa negara ASEAN. Menteri perdagangan juga berkomunikasi selain dengan Malaysia juga dengan Singapura, dengan Kamboja dan yang lain untuk mengkalibrasi sikap bersama ASEAN,” ujar Airlangga. 

Dalam pertemuan dengan pelaku usaha, Pemerintah Indonesia mengungkapkan bahwa mereka telah menyiapkan berbagai paket negosiasi.

Salah satunya adalah rencana untuk mengajukan revitalisasi perjanjian kerja sama perdagangan dan investasi, atau yang dikenal dengan Trade & Investment Framework Agreement (TIFA). 

“Karena TIFA sendiri secara bilateral ditandatangani di tahun 1996 dan banyak isunya sudah tidak relevan lagi sehingga kita akan mendorong (revitalisasi) berbagai kebijakan itu masuk dalam TIFA,” ucap Airlangga.  

Baca juga: Duta Besar AS Perkuat Hubungan dengan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah

Sebagai langkah kedua, Pemerintah Indonesia akan mengajukan proposal deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs) dengan melakukan relaksasi terhadap Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, evaluasi juga akan dilakukan terkait pelarangan dan pembatasan barang ekspor dan impor AS.

Langkah ketiga yang diusulkan Indonesia adalah meningkatkan impor dan investasi dari AS melalui pembelian migas.

Terakhir, sebagai solusi keempat, Pemerintah Indonesia menyiapkan insentif fiskal dan non-fiskal, seperti penurunan bea masuk, Pajak Penghasilan (PPh) impor, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor. Tujuannya adalah untuk mendorong impor dari AS sekaligus menjaga daya saing ekspor Indonesia ke pasar AS.

“Terkait dengan tarif dan bagaimana kita meningkatkan impor, bagaimana dengan impor ekspor kita yang bisa sampai US$18 miliar diisi dengan produk-produk yang kita impor, termasuk gandum, katun bahkan juga salah satunya adalah produk migas,” ujar Airlangga.

(Sumber: Antara) 

x|close