Eks Wali Kota Semarang dan Suami Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp9 Miliar

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 21 Apr 2025, 17:25
thumbnail-author
Dedi
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Tersangka kasus dugaan korupsi Hevearita Gunaryanti Rahayu (kanan) dan Alwin Basri (kiri) tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Tersangka kasus dugaan korupsi Hevearita Gunaryanti Rahayu (kanan) dan Alwin Basri (kiri) tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. (Dok.Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Hevearita G. Rahayu, mantan Wali Kota Semarang, bersama sang suami Alwin Basri yang pernah menjabat sebagai Ketua PKK di kota tersebut, kini menghadapi dakwaan penerimaan suap dan gratifikasi dengan total nilai mencapai Rp9 miliar.

Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada hari Senin, Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Vernika Putra, menyampaikan bahwa pasangan tersebut diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi yang berkaitan dengan tiga perkara berbeda.

Pada tuduhan pertama, keduanya disebut menerima suap yang berasal dari proyek pengadaan barang dan jasa. Uang tersebut berasal dari Direktur PT Chimader 777, Martono, serta Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar.

Jaksa menyebutkan bahwa Alwin Basri meminta uang sebesar Rp1 miliar dari Martono, yang dijanjikan akan mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa pada tahun 2023, sebagai bagian dari “komitmen fee”.

"Terdakwa Alwin Basri meminta komitmen fee sebesar Rp1 miliar untuk keperluan biaya pelantikan Heveaeita G. Rahayu sebagai Wali Kota Semarang," katanya dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Gatot Sarwadi.

Tak berhenti di situ, Alwin Basri kembali mengajukan permintaan komitmen fee senilai Rp1 miliar, yang kembali diklaim untuk membiayai pelantikan istrinya sebagai wali kota.

Sementara itu, Rachmat Utama Djangkar, selaku Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, diberikan pekerjaan pengadaan meja dan kursi fabrikasi dalam Perubahan APBD 2023 dengan nilai proyek mencapai Rp20 miliar.

Sebagai imbalan atas proyek tersebut, pihak terdakwa disebut memperoleh komitmen fee sebesar Rp1,7 miliar.

Dalam dakwaan kedua, Hevearita dan Alwin bersama Indriyasari, Kepala Bapenda Kota Semarang, diduga melakukan pemotongan terhadap pembayaran pegawai negeri yang berasal dari insentif pajak dan tambahan penghasilan pegawai di lembaga tersebut.

Menurut jaksa, potongan yang kemudian dinikmati oleh kedua terdakwa masing-masing sebesar Rp1,8 miliar untuk Hevearita G. Rahayu dan Rp1,2 miliar untuk Alwin Basri.

Dana insentif yang dimaksud, yang merupakan hasil pemungutan pajak dan tambahan penghasilan, disebut sebagai bentuk iuran kebersamaan yang diambil dari pendapatan pegawai Bapenda Kota Semarang.

Lebih jauh, pihak Bapenda juga dilaporkan telah menyerahkan dana sebesar Rp383 juta untuk mendanai keperluan pribadi Hevearita.

Pada dakwaan ketiga, jaksa menuduh Hevearita dan Alwin menerima gratifikasi dari proyek-proyek yang tersebar di 16 kecamatan di Kota Semarang. Proyek tersebut diberikan melalui mekanisme penunjukan langsung.

Dari total nilai proyek senilai Rp16 miliar tersebut, masing-masing terdakwa disebut menerima gratifikasi senilai Rp2 miliar yang tidak pernah dilaporkan ke KPK.

Keduanya dijerat dengan sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, termasuk Pasal 12 huruf a, Pasal 11, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B.

Menanggapi dakwaan yang telah dibacakan, Hevearita dan Alwin menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi dan meminta agar proses persidangan dilanjutkan ke tahap pemeriksaan lebih lanjut.

x|close