Ntvnews.id, Jakarta - Kawasan Kashmir kembali dilanda ketegangan. Pada 22 April 2025, serangan bersenjata di kawasan wisata Pahalgam, Jammu dan Kashmir yang berada di bawah pengelolaan India, menewaskan sedikitnya 26 orang dan melukai 17 lainnya.
Kelompok The Resistance Front (TRF), yang dianggap India sebagai bagian dari Lashkar-e-Taiba yang berbasis di Pakistan, mengaku bertanggung jawab atas insiden ini. Serangan tersebut menjadi yang paling mematikan di kawasan itu dalam dua dekade terakhir, memperburuk hubungan India dan Pakistan yang sudah lama berseteru dalam sengketa wilayah Kashmir.
Lalu, apa yang menyebabkan konflik ini berlarut-larut? Berikut penjelasannya:
Sejarah Awal Pembagian India dan Pakistan
Konflik Kashmir berawal dari pembagian India pada tahun 1947. Menurut Council on Foreign Relations (CFR), ketika India merdeka dari Inggris, wilayah tersebut dibagi menjadi India yang mayoritas Hindu dan Pakistan yang mayoritas Muslim berdasarkan Indian Independence Act.
Namun, kerajaan-kerajaan kecil, termasuk Jammu dan Kashmir, diberi pilihan untuk bergabung dengan India atau Pakistan. Maharaja Hari Singh, penguasa Kashmir yang beragama Hindu, memerintah wilayah dengan mayoritas Muslim.
Awalnya, ia memilih untuk tetap merdeka dan tidak bergabung dengan salah satu negara. Namun, setelah invasi pasukan Pakistan, Hari Singh memilih bergabung dengan India, yang memicu Perang India-Pakistan pertama pada 1947-1948.
Garis Kontrol dan Perjanjian Simla
Perang pertama berakhir dengan Perjanjian Karachi 1949, yang menetapkan Garis Gencatan Senjata (Cease-Fire Line) yang kemudian dikenal sebagai Line of Control (LoC), membagi Kashmir menjadi dua bagian yang dikelola India dan Pakistan. Namun, perbatasan ini tidak mengakhiri sengketa.
Baca Juga: Ketegangan India-Pakistan Memuncak Usai Serangan di Kashmir, PBB Turun Tangan
Pada 1965, perang besar kedua terjadi akibat masalah Kashmir, yang kemudian berlanjut dengan perang ketiga pada 1971 yang berujung pada kemerdekaan Bangladesh. Setelah itu, India dan Pakistan menandatangani Perjanjian Simla pada 1972, di mana kedua negara sepakat untuk menyelesaikan perbedaan secara damai dan mengakui LoC sebagai garis de facto, meskipun tidak ada pengakuan batas wilayah permanen.
Dimensi Baru: Nuklir, Gerilya, dan Perang Kargil
Konflik semakin kompleks setelah India menguji coba senjata nuklir pada 1974, diikuti oleh Pakistan yang mengembangkan program nuklirnya. Sejak itu, setiap eskalasi di Kashmir membawa risiko konflik nuklir. Pada 1989, Pakistan memanfaatkan gerakan perlawanan di Kashmir untuk melemahkan kontrol India. Ketegangan semakin memburuk saat Perang Kargil pecah pada 1999, ketika pasukan Pakistan menyeberang LoC. Perang singkat ini berakhir setelah campur tangan diplomatik internasional, termasuk Amerika Serikat, untuk mencegah eskalasi menjadi perang nuklir.
Serangan Mumbai dan Retaknya Dialog Perdamaian
Pada 26 November 2008, serangan teror di Mumbai oleh kelompok berbasis Pakistan, Lashkar-e-Taiba, menewaskan 166 orang. Meski India tidak membalas secara militer, hubungan diplomatik kedua negara semakin memburuk.
Baca Juga: Penembakan Brutal di Kashmir India, 26 Orang Tewas
Harapan sempat muncul saat Perdana Menteri India Narendra Modi mengundang Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif dalam pelantikannya pada 2014, tetapi harapan tersebut kandas setelah India membatalkan dialog setelah pejabat Pakistan bertemu dengan pemimpin separatis Kashmir. Ketegangan kembali meningkat setelah serangan di Uri pada 2016, diikuti dengan serangan "surgical strikes" India ke kamp-kamp militan di wilayah Pakistan.
Revokasi Status Otonomi Kashmir
Pada Agustus 2019, India mencabut status otonomi khusus Jammu dan Kashmir dengan menghapus Pasal 370 dalam Konstitusi India. Langkah ini dianggap Pakistan sebagai sebuah "ketidakadilan besar" dan memperburuk ketegangan. Wilayah tersebut kemudian diintegrasikan sepenuhnya ke dalam India, memicu protes besar-besaran dan peningkatan keamanan.
Meski kekerasan sempat menurun setelah kesepakatan gencatan senjata pada 2021, insiden seperti serangan di Pahalgam pada 22 April 2025 menunjukkan bahwa Kashmir tetap menjadi kawasan yang rawan. Faktor lain seperti meningkatnya ketegangan India-Tiongkok di wilayah perbatasan dan hubungan erat Pakistan dengan China melalui proyek China-Pakistan Economic Corridor (CPEC) membuat situasi geopolitik Kashmir semakin rumit.
Upaya penyelesaian konflik melalui forum internasional seperti PBB belum menunjukkan hasil yang konkret, sementara hubungan India yang semakin dekat dengan AS dan kondisi politik dalam negeri Pakistan semakin memperburuk prospek perdamaian yang berkelanjutan.