Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas dan daya saing industri padat karya dengan memusatkan perhatian pada langkah-langkah deregulasi serta perlindungan terhadap tenaga kerja.
Dalam Sarasehan Ekonomi bersama Presiden yang digelar belum lama ini, Presiden Prabowo Subianto memberikan arahan untuk menyederhanakan regulasi demi mendukung industri padat karya dan menjamin keberlanjutan sektor tersebut.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa langkah deregulasi akan difokuskan pada pemangkasan sistem perizinan yang dinilai terlalu rumit dan memberatkan pelaku usaha.
“Buang semua regulasi yang tidak masuk akal, permudah semua proses untuk pengusaha,” tegas Prabowo.
Baca Juga: Sri Mulyani Siapkan Rp761 triliun Untuk Anggaran Pendidikan di 2026
Ia menekankan pentingnya mendukung industri padat karya seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), dengan mendorong penguatan pasar domestik melalui strategi dan pendekatan ekonomi yang tepat.
Salah satu tantangan yang dihadapi sektor ini adalah ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap sekitar 50 ribu pekerja dalam tiga bulan ke depan. Saat ini, industri padat karya mempekerjakan sekitar 14 persen dari total angkatan kerja nasional.
Prabowo menyampaikan bahwa pemerintah siap memberikan perlindungan melalui program jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Kita punya BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) yang bisa memberi bantuan yang tadinya tiga bulan, sekarang menjadi enam bulan. Kalau ada buruh yang terlantar, kita akan lindungi dan bantu,” ujarnya.
Baca Juga: Kemnaker Dukung Langkah KPK Usut Dugaan Korupsi Perizinan TKA
Selain TPT, sektor padat karya mencakup berbagai industri lain seperti makanan dan minuman, tembakau, alas kaki, furnitur, garmen, kulit, dan pakaian jadi.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, turut menyuarakan kekhawatirannya terhadap kerentanan industri padat karya, terutama karena sektor ini sangat terkait dengan pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah, menurutnya, perlu mengelola kebijakan di sektor ini dengan cermat jika ingin mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% pada tahun 2029.
Said juga menyoroti persoalan di industri hasil tembakau. Ia mendorong pemerintah untuk lebih hati-hati dalam menetapkan regulasi yang berdampak pada sektor ini, agar tidak menimbulkan gelombang PHK.
Baca Juga: Sri Mulyani Beri Sinyal Efisiensi Anggaran Bakal Berlanjut di 2026
“Duduk bersama dan petakan, buat kebijakan, dan kalau memang ada kebijakan kesehatan yang mau dikeluarkan, jangan sampai menghantam hingga PHK. Bila terjadi PHK, pengangguran meningkat, kemiskinan naik, maka pertumbuhan ekonomi bisa terganggu. Rokok kan menyumbang PDB Indonesia,” ujar Saud dalam keterangannya.
Tak hanya soal regulasi dalam negeri, Said juga memperingatkan dampak kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Ia menyebut bahwa kebijakan tersebut berpotensi memicu PHK besar-besaran di masa mendatang. Untuk itu, ia mengusulkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PHK sebagai langkah antisipatif.
“Dan ada persetujuan dari Pak Prabowo untuk membuat Satgas PHK. Dengan persetujuan ini, kemudian akan ada langkah-langkah menghindari tekanan kebijakan tarif dan kebijakan lain yang justru memunculkan potensi PHK,” katanya.